< 1 >
Read!
In the Name of ALLAH, Who has created man from a clot (a piece of thick coagulated blood).
< 2 >
Al-Islami
In the Name of ALLAH, Who has created man from a clot (a piece of thick coagulated blood).
< 3 >
Al-Islami
In the Name of ALLAH, Who has created man from a clot (a piece of thick coagulated blood).
< 4 >
Al-Islami
In the Name of ALLAH, Who has created man from a clot (a piece of thick coagulated blood).

Selasa, 26 Juli 2016

Konsep Pendidikan dalam Al-Qur’an dan Pengembangannya


Konsep Pendidikan dalam Al-Qur’an dan Pengembangannya

Al-Qur’an merupakan firman Allah yang selanjutnya dijadikan pedoman hidup (way of life) kaum muslim yang tidak ada lagi keraguan di dalamnya. Di dalamnya terkandung ajaran-ajaran pokok (prinsip dasar) menyangkut segala aspek kehidupan manusia yang selanjutnya dapat dikembangkan sesuai dengan nalar masing-masing bangsa dan kapanpun masanya dan hadir secara fungsional memecahkan problem kemanusiaan. Salah satu permasalah yang tidak sepi dari perbincangan umat adalah masalah pendidikan.
Dalam al-Qur’an sendiri telah memberi isyarat bahwa permasalahan pendidikan sangat penting, jika al-Qur’an dikaji lebih mendalam maka kita akan menemukan beberapa prinsip dasar pendidikan, yang selanjutnya bisa kita jadikan inspirasi untuk dikembangkan dalam rangka membangun pendidikan yang bermutu. Ada beberapa indikasi yang terdapat dalam al-Qur’an yang berkaitan dengan pendidikan antara lain; Menghormati akal manusia, bimbingan ilmiah, fitrah manusia, penggunaan cerita (kisah) untuk tujuan pendidikan dan memelihara keperluan sosial masyarakat .
Untuk mengkaji aspek pendidikan dalam al-Qur’an maka makalah ini sengaja dibuat, dalam makalah ini penulis hanya memaparkan tentang pengertian pendidikan, istilah-istilah pendidikan dalam al-Qur’an, hakikat dan prinsip dasar, serta analisis problem di dunia pendidikan Islam terutama di Indonesia, bagaimana konsep ideal pendidikan Islam? dan bagaimana realitas pendidikan Islam di Indonesia? serta bagaimana mewujudkan pendidikan Islam yang bermutu?
Pengertian Konsep Pendidikan dalam Al-qur’an.
Istilah pendidikan bisa ditemukan dalam al-Qur’an dengan istilah ‘at-Tarbiyah’, ‘at-Ta’lim’, dan ‘at-Tadhib’, tetapi lebih banyak kita temukan dengan ungkapan kata ‘rabbi’, kata at-Tarbiyah adalah bentuk masdar dari fi’il madhi rabba , yang mempunyai pengertian yang sama dengan kata ‘rabb’ yang berarti nama Allah. Dalam al-Qur’an tidak ditemukan kata ‘at-Tarbiyah’, tetapi ada istilah yang senada dengan itu yaitu; ar-rabb, rabbayani, murabbi, rabbiyun, rabbani. Sebaiknya dalam hadis digunakan istilah rabbani. Semua fonem tersebut mempunyai konotasi makna yang berbeda-beda.
Beberapa ahli tafsir berbeda pendapat dalam mengartikan kat-kata diatas. Sebagaimana dikutip dari Ahmad Tafsir bahwa pendidikan merupakan arti dari kata ‘Tarbiyah’ kata tersebut berasal dari tiga kata yaitu; rabba-yarbu yang bertambah, tumbuh, dan ‘rabbiya- yarbaa’ berarti menjadi besar, serta ‘rabba-yarubbu’ yang berarti memperbaiki, menguasai urusan, menuntun, menjaga, memelihara.
Konferensi pendidikan Islam yang pertama tahun 1977 ternyata tidak berhasil menyusun definisi pendidikan yang dapat disepakati, hal ini dikarenakan; 1) banyaknya jenis kegiatan yang dapat disebut sebagai kegiatan pendidikan, 2) luasnya aspek yang dikaji oleh pendidikan.
Para ahli memberikan definisi at-Tarbiyah, bila diidentikan dengan ‘arrab’ sebagai berikut;
1) Menurut al-Qurtubi, bahwa; arti ‘ar-rabb adalah pemilik, tua, Maha memperbaiki, Yang Maha pengatur, Yang Maha mengubah, dan Yang Maha menunaikan
2) Menurut louis al-Ma’luf, ar-rabb berarti tuan, pemilik, memperbaiki, perawatan, tambah dan mengumpulkan .
3) Menurut Fahrur Razi, ar-rabb merupakan fonem yang seakar dengan al-Tarbiyah, yang mempunyai arti at-Tanwiyah (pertumbuhan dan perkembangan) .
4) Al-Jauhari memberi arti at-Tarbiyah, rabban dan rabba dengan memberi makan, memelihara dan mengasuh.
5) Kata dasar ar-rabb, yang mempunyai arti yang luas antara lain; memilki, menguasai, mengatur, memelihara, memberi makan, menumbuhkan, mengembangkan dan berarti pula mendidik.
Apabila pendidikan Islam di identikan dengan at-ta’lim, para ahli memberikan pengertian sebagai berikut;
(a)    Abdul Fattah Jalal, mendefinisikan at-ta’lim sebagai proses pemberian pengetahuan, pemahaman, pengertian, tanggung jawab, dan penanaman amanah, sehingga penyucian atau pembersihan manusia dari segala kotoran dan menjadikan diri manusia berada dalam kondisi yang memungkinkan untuk menerima al-hikmah serta mempelajari apa yang bermanfaat baginya dan yang tidak diketahuinya . At-ata’lim menyangkut aspek pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan seseorang dalam hidup serta pedoman prilaku yang baik. At-ta’lim merupakan proses yang terus menerus diusahakan semenjak dilahirkan, sebab menusia dilahirkan tidak mengetahui apa-apa, tetapi dia dibekali dengan berbagai potensi yang mempersiapkannya untuk meraih dan memahami ilmu pengetahuan serta memanfaatkanya dalam kehidupan.
(b)   Munurut Rasyid Ridho, at-ta’lim adalah proses transmisi berbagai ilmu pengetahuan pada jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan tertentu . Definisi ini berpijak pada firman Allah al-Baqoroh ayat 31 tentang allama Allah kepada Nabi Adam as, sedangkan proses tranmisi dilakukan secara bertahap sebagaimana Adam menyaksikan dan menganalisis asma-asma yang diajarkan Allah kepadanya. Dari penjelasan ini disimpulkan bahwa pengertian at-ta’lim lebih luas/lebih umum sifatnya daripada istilah at-tarbiyah yang khusus berlaku pada anak-anak. Hal ini karena at-ta’lim mencakup fase bayi, anak-anak, remaja, dan orang dewasa, sedangkan at-tarbiyah, khusus pendidikan dan pengajaran fase bayi dan anak-anak.
(c)    Sayed Muhammad an Naquid al-Atas, mengartikan at-ta’lim disinonimkan dengan pengajaran tanpa adanya pengenalan secara mendasar, namun bila at-ta’lim disinonimkan dengan at-tarbiyah, at-ta’lim mempunyai arti pengenalan tempat segala sesuatu dalam sebuah system .
Menurutnya ada hal yang membedakan antara at-tarbiyah dengan at-ta’lim, yaitu raung lingkup at-ta’lim lebih umum daripada at-tarbiyah, karena at-tarbiyah tidak mencakup segi pengetahuan dan hanya mengacu pada kondisi eksistensial dan juga at-tarbiyah merupakan terjemahan dari bahasa latin education, yang keduanya mengacu kepada segala sesuatu yang bersifat fisik-mental, tetapi sumbernya bukan dari wahyu.
Pengunaan at-ta’dib, menurut Naquib al-Attas lebih cocok untuk digunakan dalam pendidikan Islam, konsep inilah yang diajarkan oleh Rasul. At-ta’dib berarti pengenalan, pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan kepada manusia tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu dalam tatanan penciptaan sedimikian rupa, sehingga membimbing kearah pengenalan dan pengakuan kekuasaan dan keagungan Tuhan dalam tatanan wujud dan keberadaanya .
Kata ‘addaba’ yang juga berarti mendidik dan kata ‘ta’dib’ yang berarti pendidikan adalah diambil dari hadits Nabi “Tuhanku telah mendidikku dan dengan demikian menjadikan pendidikanku yang terbaik” .
(d)   Menurut Muhammad Athiyah al-Abrasy, pengertian at-ta’lim berbeda dengan pendapat diatas, beliau mengatakan bahwa; at-ta’lim lebih khusus dibandingkan dengan at-tarbiyah, karena at-ta’lim hanya merupakan upaya menyiapkan individu dengan mengacu pada aspek-aspek tertentu saja, sedangkan at-tarbiyah mencakuip keseluruhan aspek-aspek pendidikan .
(e)    Masih lagi pengertian pendidikan Islam dari berbagai tokoh pemikir Islam, tetapi cukuplah pendapat diatas untuk mewakili pemahaman kita tentang konsep pendidikan Islam (al-Qur’an ). Konsep filosofis pendidikan Islam adalah bersumber dari hablum min Allah (hubungan dengan Allah) dan hablum min al-nas (hubungan dengan sesama manusia) dan hablum min al-alam (hubungan dengan manusia dengan alam sekitas) yang selanjutnya berkembang ke berbagai teori yang ada seperti sekarang ini. Inprirasi dasar yaitu berasal dari al-Qur’an.
Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan adalah suatu yang diharapakan tercapai setelah sesuatu kegiatan selesai atau tujuan adalah cita, yakni suasana ideal itu nampak yang ingin diwujudkan. Dalam tujuan pendidikan, suasana ideal itu tampak pada tujuan akhir (ultimate aims of education)
Adapun tujuan pendidikan adalah perubahan yang diharapkan pada subjek didik setelah mengalamai proses pendidikan, baik pada tingkah laku individu dan kehidupan pribadinya maupun kehidupan masyarakat dan alam sekitarnya dimana individu hidup, selain sebagai arah atau petunjuk dalam pelaksanaan pendidikan, juga berfungsi sebagai pengontrol maupun mengevaluasi keberhasilan proses pendidikan.
Sebagai pendidikan yang nota benenya Islam, maka tentunya dalam merumuskan tujuan harus selaras dengan syari’at Islam. Adapun rumusan tujuan pendidikan Islam yang disampaikan beberapa tokoh adalah;
1)      Ahmad D Marimba; tujuan pendidikan Islam adalah; identiuk dengan tujuan hidup orang muslim. Tujuan hidup manusia munurut Islam adalah untuk menjadi hamba allah. Hal ini mengandung implikasi kepercayaan dan penyerahan diri kepada-Nya .
2)      Dr. Ali Ashraf; ‘tujuan akhir pendidikan Islam adalah manusia yang menyerahkan diri secara mutlak kepada Allah pada tingkat individu, masyarakat dan kemanusiaan pada umunya” .
3)      Muhammad Athiyah al-Abrasy. “the fist and highest goal of Islamic is moral refinment and spiritual, training” (tujuan pertama dan tertinggi dari pendidikan Islam adalah kehalusan budi pekerti dan pendidikan jiwa)”
4)      Syahminan Zaini; “Tujuan Pendidikan Islam adalah membentuk manusia yang berjasmani kuat dan sehat dan trampil, berotak cerdas dan berilmua banyak, berhati tunduk kepada Allah serta mempunyai semangat kerja yang hebat, disiplin yang tinggi dan berpendirian teguh”.
Dari berbagai pendapat tentang tujuan pendidikan Islam diatas, dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah membentuk manusia yang sehat jasmani dan rohani serta moral yang tinggi, untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akherat, baik sebagai makhluk individu maupun sebagai anggota masyarakat.
Hakekat Pendidikan dalam al-Qur’an
Hakekat/nilai merupakan esensi yang melekat pada sesuatu yang sangat berarti bagi kehidupan manusia. Nilai bersifat praktis dan efektif dalam jiwa dan tindakan manusia dan melembaga secara objektif didalam masyrakat. Nilai ini merupakan suatu realita yang sah sebagai suatu cita-cita yang benar dan berlawanan dengan cita-cita palsu yang bersifat khayal .
Dari beberapa pengertian diatas bisa ditarik kesimpulan bahwa pengertian pendidikan Islam adalah; proses transformasi dan internalisasi ilmu pengetahuan dan nilai-nilai Islam pada peserta didik melalui penumbuhan dan pengembangan potensi fitrahnya untuk mencapai keseimbangan dan kesempurnaan hidup dalam segala aspeknya. Sehingga dapat dijabarkan pada enam pokok pikiran hakekat pendidikan Islam yaitu;
1) Proses tranformasi dan internalisasi, yaitu upaya pendidikan Isla harus dilakukan secara berangsur-angsur, berjenjang dan Istiqomah, penanaman nilai/ilmu, pengarahan, pengajaran dan pembimbingan kepada anak didik dilakukan secara terencana, sistematis dan terstuktur dengan menggunakan pola, pendekatan dan metode/sistem tertentu.
2) Kecintaan kepada Ilmu pengetahuan, yaitu upaya yang diarahkan pada pemberian dan pengahayatan, pengamalan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan yang dimaksud adalah pengetahuan yang bercirikhas Islam, dengan disandarkan kepada peran dia sebagai khalifah fil ardhi dengan pola hubungan dengan Allah (hablum min Allah), sesama manusia (hablum minannas) dan hubungan dengan alam sekitas (hablum min al-alam).
3) Nilai-nilai Islam, maksudnya adalah nilai-nilai yang terkandung dalam praktek pendidikan harus mengandung nilai Insaniah dan Ilahiyah. Yaitu: a) nilai yang bersumber dari sifat-sifat Allah sebanyak 99 yang tertuang dalam “al Asmaul Husna” yakni nama-nama yang indah yang sebenarnya karakter idealitas manusia yang selanjutnya disebut fitrah, inilah yang harus dikembangkan. b) Nilai yang bersumber dari hukum-hukum Allah, yang selanjutnya di dialogkan pada nilai insaniah. Nilai ini merupakan nilai yang terpancar dari daya cipta, rasa dan karsa manusia yang tumbuh sesuai dengan kebutuhan manusia.
4) Pada diri peserta didik, maksudnya pendidikan ini diberikian kepada peserta didik yang mempunyai potensi-potensi rohani. Potensi ini memmungkinkan manusia untuk dididik dan selanjutnya juga bisa mendidik.
5) Melalui pertumbuhan dan pengembangan potensi fitrahnya, tugas pokok pendidikan Islam adalah menumbuhkan, mengembangkan, memelihara, dan menjaga potensi manusia, sehingga tercipta dan terbentuklah kualitas generasi Islam yang cerdas, kreatif dan produktif.
6) Menciptakan keseimbangan dan kesempurnaan hidup, dengan kata lain ‘insan kamil’ yaitu manusia yang mampu mengoptimalkan potensinya dan mampu menyeimbangkan kebutuhan jasmani dan rohani, dunia dan akherat. Proses pendidikan yang telah dijalani menjadikan peserta didik bahagia dan sejahtera, berpredikat khalifah fil ardhi.
Prinsip diatas adalah pikiran idealitas pendidikan Islam terutama di Indonesia, tetapi dalam mewujudkan cita-cita tersebut banyak sekali permasalah yang telah menghambat pencapaian cita-cita tersebut malah terkadang membelokkan tujuan utama dari pendidikan Islam. Problem pendidikan Islam harus menjadi tanggung jawab bersama baik dari pendidik, pemerintah, orang tua didik dan anak didik itu sendiri, jadi kesadaran dari semua pihak sangatlah diharapkan.
Prinsip-Prinsip Pendidikan Islam
Kata ‘prinsip’ adalah akar kata dari principia yang diartikan sebagai permualaan, yang dengan suatu cara tertentu melahirkan hal-hal lain, yang keberadaannya tergantung dari pemula itu’ . jadi kalau berbicara mengenai prinsip pendidikan Islam, maka pelaksanaan pendidikan ini telah digariskan oleh prinsip atau konsep dalam ajaran Islam. Prinsip-prinsip tersebut adalah;
a)      Pendidikan Islam sebagai suatu proses pengembangan diri; Manusia adalah makhluk paedagogik, yaitu makhluk Allah yang dapat dididik dan dapat mendidik. Potensi itu ada dengan adanya pemberian Allah berupa akal-pikiran, perasaan, nurani, yang akan dijalani manusia baik sebgai makhluk individu maupun sebagai makhluk yang bermasarakat. Potensi yang besar tidak akan bisa kita manfaatkan jika kita tidak berusaha untuk mengaktifkan, mengembangkan dan melatihnya. Hal itu membutuhkan sebuah proses yang akan memakan waktu, tenaga bahkan biaya, tetapi mengingat potensi yang luar biasa yang kita akan raih hal itu tidak ada artinya apa-apa. Jadi pendidikan adalah proses untuk mengembangakan potensi diri.
b)      Pendidikan Islam; pendidikan yang bebas; Kebebasan yang dimaksud adalah kebebasan berkehendak dan berbuat yang diberikan Allah kepada manusia, kebebasan ini tentunya terikat dengan hukum syara’. Kebebasan disini berarti manusia bebas memilih prosesnya masing-masing dari prinsip ini seorang pendidik tidak bisa memaksa anak didik untuk menentukan pilihan yang harus dijalani anak didik. Pendidik hanya mengarahkan kemana potensi yang dominan yang bisa dikembangkan oleh peserta didik tersebut.
c)      Pendidikan Islam penuh dengan nilai insaniah dan ilahiyah; Agama Islam adalah sumber akhlak, kedudukan akhlak sangatlah penting sebagai pelengkap dalam menjalankan fungsi kemanusiaan di bumi. Pendidikan merupakan proses pembinaan akhlak pada jiwa. Meletakkan nilai-nilai moral pada anak didik harus diutamakan. Nilai-nilai ketuhanan harus dikedepankan, pendidikan Islam haruslah memperhatikan pendidikan akhlak atau nilai dalam setiap pelajaran dari tingkat dasar sampai tingkat tertinggi dan mengutamakan fadhilah dan sendi moral yang sempurna .
d)     Prinsip Keseimbangan hidup; Dalam pendidikan Islam prinsip keseimbangan meliputi;
i. Keseimbangan antara kehidupan dunia dan akhirat
ii. Keseimbangan antara kebutuhan jasmanai dan rohani
iii. Keseimbangan antara kepentingan individu dan sosial
iv. Keseimbangan antara ilmu pengetahuan dan amal
Prinsip ini telah ditegaskan dalam al-Qur’an (Al-Qashas;77); ‘ dan carilah pada apa yang telah dianugrahkan kepadamau (kebahagiaan) negeri akhirat, dan jaganlah kamu melupakan kebahagiaan dari kenikmatan duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu…’
e)      Prinsip persamaan; Kesempatan belajar dalam Islam sama antara laki-laki dan perempuan, oleh karena itu kewajiban untuk menuntut ilmu juga sama. Sistem pendidikan tidak mengenal perbedaan dan tidak membeda-bedakan latar belakang orang itu jika dia mau menuntut ilmu. Semua punya potensi yang sama untuk di didik dan punya kesempatan yang sama untuk memproses diri dalam pendidikan.
f)       Prinsip seumur hidup, sepanjang masa; Pendidikan yang dianjurkan tidak mengenal batas waktu, tidak mengenal umur. Seumur hidup manusia harunya terdidik, mulai dari lahir sampai ke liang lahat. Seluruh kehidupan kita digunakan sebagai proses pendidikan, sebagai proses untuk menjadi hamba yang baik, menjadi insan kamil.
g)      Prinsip diri; Orang telah kehilangan kepercayaan kepada diri sendiri. Sebenarnya sudah mati sebeluhm mereka hidup, sebab tidak bisa melihat dunia dengan potensi panca indranya sendiri. Manusia adalah makhluk yang sempurna dengan berbekal akal, perasaan yang bisa dikembangkan. dengan inilah harkat manusia lebih tinggi di banding makhluk lainya. Atau bahkan karena akalnyapun manusia bisa unggul dari manusia satu dengan manusia lainya.
Hal diatas merupakan konsep pendidikan Islam yang ideal, tetapi bagaimana realitas pendidikan Islam sekarang? Problem pendidikan Nasional kita tidak bisa di anggap pemasalahan yang ringan, prestasi pendidikan kita jauh tertinggal dari bangsa-bangsa lain. Ketertinggalan pembanganan pendidikan Indonesia tercermin dalam Human Development index Report (1999), yang menempatkan Indonesia pada urutan ke-105 se-Asia Tenggara, sungguh prestasi yang tidak membanggakan. Problem pendidikan kita adalah problem sistemik pendidikan artinya; permasalahan menyangkut keseluruhan komponen pendidikan, mulai dari pemerintah sebagai pengambil kebijakan sistem pendidikan nasional, manajerial pemerintah, kompetensi guru/dosen, sarana-prasarana, kurikulum, dukungan masyarat dan lain sebagainya. Oleh karena itu penangannya juga harus melibatkan berbagai pihak, dan sudah seharusnya permasahan ini merupakan tanggung jawab kita bersama.
Paradigma Pendidikan Islam dan Pengembangannya
Bertolak dari asumsi bahwa life is education and education is life dalam arti pendidikan merupakan persoalan hidup dan kehidupan, dan seluruh proses hidup dan kehidupan manusia adalah proses pendidikan maka pendidikan Islam pada dasarnya hendak mengembangkan pandangan hidup Islami, yang diharapakan tercermin dalam sikap hidup dan keterampilan hidup orang Islam. Namun pertanyaan selanjutnya; apa saja aspek-aspek kehidupan itu? Jawaban pertanyaan ini setidaknya muncul bebarapa paradigma pengembangan pendidikan Islam yaitu: pertama; paradigma Formisme; kedua; paradigma mekanisme dan ketiga paradigma organisme .
Pertama; paradigma Formisme; dalam paradigma ini aspek kehidupan dipandang dengan sangat sederhana, dan kata kuncinya adalah dikotomi atau distrit. Segala sesuatu hanya dilihat dari dua sisi yang berlawanan seperti; laki-laki dan perempuan, STAIN/IAIN dan Non STAIN/IAIN, madrasah dan non Madrasah, pendidkan keagamaan dan non keagamaan, demikian seterusnya, pandangan ini berlanjut pada cara memandang aspek kehidupan dunia dan akherat. Kehidupan jasmani dan rohani sehingga pendidikan Islam hanya dietakkan pada kehidupan akherat saja atau kehidupan rohani saja. Oleh kerena itu pengembangannya (PAI) hanya berkisar pada aspek kehidupan ukhrawi yang terpisah dengan kehidupan duniawi, pendidikan (agama) Islam hanya berkutat mengurusi persoalan ritual dan priritual, sementara kehidupan sosial ekonomi politik, ilmu pengetahuan, teknologi dan lainya dianggap sebagai bidang duniawi yang menjadi bidang garap pendidikan umum. Istilah pendidikan agama dan pendidakan umum sebenarnya muncul dari paradigma formisme tersebut.
Kedua; paradigma mekanisme, paradigma ini memandang kehidupan terdiri atas berbagai aspek, dan pendidikan dipandang sebagai penanaman dan pengembangan seperangkat nilai kehidupan, yang terdiri atas nilai agama, nilai individu, nilai sosial, nila politik, nilai ekonomi, nilai rasional dan sebagainya.sebagai impliksinya, pengembangan pendidikan Islam tersebut bergantung pada kemauan, kemampuan, dan political-will dari para pembinaya dan sekalius pimpinan dari lembaga tersebut. Terutama dlam membangun kerjasama dengan mata pelajaran/kuliah lain. Hubungan antara pendidikan agama dengan beberapa metapelajaran dapat bersifat horisontal lateral (Indipendent), lateral-sekuensial, atau bahkan vertikal linear.
Ketiga paradigma organisme, paradigma ini memandang bahwa Islam adalah kesatuan atau sebagai sistem (yang terdiri atas berbagai komponen) yang berusaha mengembangkan pandangan/semangat hidup (weltanschanauung) Islam, yang dima nifestasikan pada sikap hidup dan keterampilan hidup yang Islami.melalui upaya ini maka sistem pendidikan Islam diharapkan dapat diintegrasikan nilai-nilai Ilmu pengetahuan, ilmu agama dan etik, serta mampu melahirkan manusia-manusia yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, memilki pematangan profesional, dan sekaligus hidup dalam nilai-nilai agama.
Dari ketiga paradigma diatas, berkembang pemahaman ditengah masyarakat yang cengderung lebih memilih lembaga pendidikan umum dari pada lembaga Islam, karena pertimbangan kualitas lembaga Islam yang setingkat dibawah lembaga pendidikan umum, hal ini perlu di sikapi dengan positif dengan semangat memajukan lembaga pendidikan agama Islam.
Dalam khazanah pemikiran pendidikan Islam, pada umumnya para ulama berpendapat bahwa tujuan akhir pendidikan Islam adalah ”untuk beribadah kepada Allah SWT” Kalau dalam sistem pendidikan nasional, pendidikan diarahkan untuk mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa, maka dalam konteks pendidikan Islam justru harus lebih dari itu, dalam arti, pendidikan Islam bukan sekedar diarahkan untuk mengembangkan manusia yang beriman dan bertaqwa, tetapi justru berusaha mengembangkan manusia menjadi Imam/pemimpin bagi orang beriman dan bertaqwa (waj’alna li al-muttaqina imaama) .
Untuk memahami profil imam/pemimpin bagi orang yang bertaqwa, maka kita perlu mengkaji makna takwa itu sendiri. Inti dari makna takwa ada dua macam yaitu; itba’ syariatillah (mengikuti ajaran Allah yang tertuang dalam al-qur’an dan Hadits) dan sekaligus itiba’ sunnatullah (mengikuti aturan-aturan Allah, yang berlalu di alam ini), orang yang itiba’ sunnatullah adaalah orang-orang yang memiliki keluasan ilmu dan kematangan profesionalisme sesuai dengan bidang keahliannya. Imam bagi orang-orang yang bertaqwa, artinya disamping dia sebagai orang yang memiki profil sebagai itba’ syaria’tillah sekaligus itba’ sunnahtilah, juga mampu menjadi pemimpin, penggerak, pendorong, inovator dan teladan bagi orang-orang yang bertaqwa
Menyadari bahwa pendidikan, sebagaimana dinyatakan oleh salah seorang ahli pendidikan, Christoper J. Lucas, adalah sebagai basis penyimpanan kekuatan yang luar biasa. Yakni memiliki akses ke seluruh aspek kehidupan, memberi informasi yang paling berharga mengenai pegangan hidup di masa depan serta membantu generasi dalam mempersiapkan kebutuhan esensialnya dalam menghadapi perubahan, maka ke depan reorientasi pendidikan Islam perlu diarahkan pada pemberian ruang gerak yang seluas-luasnya pada fungsi esensial dari pendidikan . Dengan demikian lembaga pendidikan Islam tidak sekedar mendapatkan pengakuan peran kualitatif, melainkan yang lebih penting lagi adalah untuk merebut pengakuan kualitatif dari masyarakat atau pemerintah
Ini memang merupakan suatu pekerjaan yang besar yang perlu mendapat dukungan dari segenap unsur dan kelompok baik dari penyelenggara maupun pemikir pendidikan. Akan tetapi apapun perubahan yang ingin diraih, kebijakan-kebijakan dalam pengembangan pendidikan Islam perlu mengakomodasi tiga kepentingan , yaitu:
Pertama, kebijakan itu harus memberi ruang tumbuh bagi aspirasi umat Islam, yakni menjadikan lembaga pendidikan Islam sebagai wahana untuk membina ruh atau praktek hidup yang Islami.
Kedua, kebijakan yang ditempuh harus lebih memperjelas dan memperkukuh keberadaan Lembaga Pendidikan Islam sebagai ajang pembinaan masyarakat sehingga mampu melahirkan generasi yang cerdas, berpengetahuan, berkepribadian serta produktif sederajat dengan sistem sekolah. Ini dimaksudkan agar Lembaga Pendidikan Islam sanggup mengantarkan peserta didik menguasai dasar-dasar pengetahuan secara memadai, baik dalam bidang bahasa, matematika, fisika, kimia, biologi, ilmu pengetahuan sosial dan pengetahuan kewarganegaraan serta sebagai tempat pengemblengan diri untuk menumbuhkan kreativitas seni, mengembangkan keterampilan dan etos kerja.
Ketiga, kebijakan yang dijalankan hendaknya harus bisa dan mampu merespon tuntutan-tuntutan masa depan. Untuk itu Lembaga Pendidikan Islam seyogyanya diarahkan untuk melahirkan sumber daya manusia memiliki kesiapan memasuki era globalisasi, era industrialisasi dan era informasi. Serta menjadi tumpuan dalam memperbaiki bangsa ini.
Membangun Pendidikan Yang Bermutu
Lembaga pendidikan Islam harus ditata kembali sehingga program pendidikannya berorientasi pada pencapaian dan penguasaan kompetensi tertentu, oleh karena itu lembaga pendidikan Islam harus mempunyai sifat; (a) Multiprogram dan multistrata dan berorientasi pada tujuan perpektif dan kebutuhan deskriptif, (b) setiap program disusun dengan menggunakan prinsip pemaduan kompetitif kognitif, afektif, dan “akhlak” (c) Diversifikasi program ditata sesuai dengan kebutuhan yang nyata di dalam masyrakat yang berorientasi pada penampilan perilaku anak didik yang mempunyai rasa tanggung jawab .
Disamping madrasah kita mengenal PTI (Perguruan Tinggi Islam) Sebagai salah satu bagian dari Lembaga Pendidikan Islam dan juga sekaligus sebagai center model bagi lembaga-lembaga pendidikan Islam di bawahnya, perguruan tinggi Islam(PTI) juga perlu melakukan introspeksi dengan merenungkan kembali apa yang sebe¬narnya mereka cari dengan mendirikan PTI itu (popula¬ritas, uang, pekerjaan, dakwah, penyiapan generasi muda muslim, daripada nganggur, atau yang lain). PTI perlu kembali ke khittah atau mencari kembali khittah nya yang hilang.
PTI perlu merumuskan misi, tujuan, dan visinya di masa depan. Berdasarkan rumusan misi, tujuan, dan visi ke masa depan itu, PTI perlu melakukan pembenah¬an pembenahan terhadap komponen komponen pendi¬dikannya, seperti kurikulum, dosen, proses belajar meng¬ajar, fasilitas belajar, manajemen pendidikan, dan ling¬kungan belajar. Kurikulum PTI perlu diusahakan agar relevan, efektif, efisien, dan luwes dengan fokus sasaran yang jelas dan dapat diukur. Relevan artinya sesuai de¬ngan kebutuhan masyarakat; efektif artinya ada bekas¬nya (dampaknya) bagi pengetahuan dan keterampilan mahasiswa; efisien artinya tujuan itu dicapai dengan penggunaan waktu, dana, dan tenaga yang sehemat mungkin; dan luwes dalam arti mudah disesuaikan de¬ngan kebutuhan mahasiswa dan masyarakat. Kurikulum yang luwes akan memungkinkan mahasiswa, dengan latar belakang yang berbeda beda, untuk mencapai tuju¬an kurikuler yang ditetapkan. Kualitas dosen juga perlu ditingkatkan, baik di bidang penguasaan ilmu, keteram¬pilan mengajar, maupun cara mengevaluasi hasil kuliah. Kualitas dosen ini penting karena merekalah ujung tom¬bak di ruang belajar dan the man behind the gun yang menentukan kualitas layanan pendidikan di PTI.
Banyak diantara Lembaga Pendidikan Islam itu yang tidak berorientasi pada kebutuhan masyarakat sehingga banyak lulusannya tidak dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sesuai dengan ijazahnya dan berkompeten dibidangnya. Koordinasi di kalangan Lembaga Pendidikan Islam juga amat lemah, padahal mereka mempunyai ciri dan tujuan yang sama. Di antara Lembaga Pendidikan Islam itu memang ada yang mempunyai jaringan/koordinasi satu sama lain, tetapi lebih banyak lagi yang berdiri sendiri-sendiri dan tak terkoordinasi. Akibatnya secara kuantitatif Lembaga Pendidikan Islam memang banyak tetapi kecil-kecil dan tak berarti. Jika dilihat dari segi kualitasnya, hanya sedikit diantara mereka yang dapat dibanggakan.
Tampak betapa besar arti penting dan strategis pendidikan. Pendidikan dapat meningkatkan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan seseorang, sehingga ia menjadi lebih produktif dan karena itu dapat meningkatkan penghasilan secara memadai untuk kemudian mendorong peningkatan kesejahteraan yang akhirnya akan berpengaruh pula terhadap peningkatan derajat kesehatan dan gizi (nutrisi). meningkatkan mutu dan standar hidup, sebab pendidikan membuat individu dan masyarakat lebih terpelajar sehingga secara sosial menjadi lebih kuat.
Dengan memperhatikan berbagai masalah itu, maka perhatian utama harus dipusatkan pada usaha memperbaiki kinerja pendidikan mulai dari pendidikan yag terrendah sampai ke jengjang perguruan tinggi. Untuk itu, perlu dilakukan langkah-langkah strategis.
Pertama, menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pembelajaran, yang bisa ditempuh melalui (i) perbaikan kurikulum yang kandungan materinya dapat menstimulasi siswa untuk meningkatkan kemampuan membaca-menulis, berhitung, dan keterampilan memecahkan masalah; (ii) menyediakan sumber-sumber pembelajaran secara memadai seperti peralatan dan buku pelajaran serta buku bacaan lainnya; (iii) menambah jumlah jam pelajaran untuk mata pelajaran pokok seperti matematik, IPA, dan bahasa; (iv) menciptakan suasana pembelajaran (metode) di kelas yang menarik, pemanfaatan media, dan merencanakan materi pelajaran secara baik.
Kedua, meningkatkan mutu guru/dosen, yang bisa ditempuh dengan cara (i) melaksanakan pre-service training bagi guru yang dikonsentrasikan pada penguasaan materi, pengembangan kemampuan mengajar, dan pemahaman serta penguasaan metodologi pengajaran, (ii) memberdayakan dan memotivasi guru dengan cara meningkatkan kesejahteraan dan memberi jaminan pengembangan karier, serta (iii) menciptakan lingkungan kerja yang kondusif.
Ketiga, menata/membenahi manajemen pendidikan yang dapat ditempuh melalui (i) restrukturisasi organisasi untuk menentukan batasan kewenangan antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan sekolah bahkan sekolah semestinya diberikan kewenangan yang lebih besar (isu desentralisasi) agar dapat mengelola kegiatan belajar-mengajar secara lebih efektif dan efisien, (ii) membangun sistem informasi yang baik melalui riset, monitoring, dan pengumpulan data berkaitan dengan evollment, input, dan pembiayaan pendidikan, serta (iii) meningkatkan kemampuan manajerial dengan membuka peluang mengembangkan profesionalisme dan meningkatkan insentif, memperjelas peluang pengembangan karier bagi staf manajemen, dan memantapkan sistem untuk memudahkan penilaian kinerja penyelenggaraan pendidikan
Disadari, pendidikan merupakan masalah krusial dan kompleks, yang perlu ditangani bersama antara pemerintah dan masyarakat. Salah satu persoalan krusial adalah keterbatasan kemampuan (pemerintah) dalam menyediakan anggaran yang memadai, guna mendukung usaha membangun pendidikan yang bermutu. Dalam hal ini harus diakui, kontribusi masyarakat sangat besar melalui partisipasi mereka dalam penyelenggaraan pendidikan secara mandiri (swadaya). Partisipasi masyarakat itu, secara finansial, berarti telah membantu pemerintah menanggung atau menyediakan dana pendidikan. Berkat partisipasi masyarakat, beban pemerintah menjadi berkurang.
Selain perlu mendapat dukungan anggaran secara memadai, ikhtiar membangun pendidikan bermutu juga harus didukung perangkat sistem yang baik. Menurut studi Bank Dunia (1999) ada tiga pilar utama yang menopang sistem pendidikan yang baik, (i) akses, (ii) kualitas, dan (iii) dukungan.
Berkaitan dengan masalah akses mengandaikan terbukanya kesempatan bagi tiap orang untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Masalah akses mencakup tiga hal: (1) kesiapan murid untuk belajar di sekolah yang mensyaratkan (i) terpenuhinya gizi, tingkat kesehatan yang baik, dan tersedianya gedung sekolah tempat belajar yang cukup, (ii) adanya dukungan orangtua dan keluarga, (iii) lingkungan belajar yang mendukung (kondusif); (2) lingkungan pembelajaran di sekolah yang mensyaratkan (i) kepemimpinan kepala sekolah yang memahami masalah pendidikan, (ii) kejelasan tujuan dan harapan pelaksanaan pendidikan, (iii) terbukanya peluang untuk memperoleh fasilitas; dan (3) kesempatan dan peluang bagi semua pihak yang mensyaratkan (i) adanya pemerataan pada semua jenjang pendidikan, (ii) diberikannya kesempatan bagi anak-anak kurang mampu (secara ekonomi) dan anak-anak penyandang cacat (disable), (iii) tersedianya sumber-sumber pembelajaran: peralatan dan buku pelajaran secara memadai.
Adapun masalah kualitas berhubungan dengan tiga hal. (1) kurikulum yang relevan yang mensyaratkan (i) memenuhi sejumlah kompetensi guna menjawab tuntutan dan tantangan arus globalisasi, (ii) berkontribusi pada pembangunan sosial dan kesejahteraan masyarakat, dan (iii) bersifat lentur dan adaptif terhadap perubahan; (2) dukungan kepada staf yang ditandai (i) memberi pelatihan menurut bidang studi dengan melakukan pembaruan secara reguler, (ii) memberi gaji memadai dan membuka peluang pengembangan karier profesional; dan (3) proses belajar mengajar yang baik yang ditandai (i) tercapainya materi yang menjadi sasaran pembelajaran, (ii) materi yang diberikan relevan dengan kebutuhan di masyarakat, (iii) berorientasi pada hasil dan out-put, (iv) monitoring dengan kualitas yang terjaga secara ketat dan terjamin dengan baik.
Mengenai masalah dukungan berkaitan dengan tiga hal. (1) pemerintahan yang baik yang mensyaratkan (i) kejelasan tanggung jawab dan pertanggungjawaban, (ii) adanya analisis kebijakan dan kapasitas perencanaan, (iii) desentralisasi pengambilan keputusan; (2) tersedianya sumber daya yang meliputi (i) pengaturan dan pengelolaan atas kontribusi/partisipasi swasta, (ii) pengaturan alokasi dana publik, (iii) kontrol terhadap pemanfaatan sumber daya secara efektif dan efisien; dan (3) sistem evaluasi yang mensyaratkan (i) adanya sistem informasi yang baik, serta (ii) monitoring dan umpan-balik guna meningkatkan kualitas perencanaan di masa datang.
Banyak pelajaran yang bisa kita petik dari al-Qur’an. Semakin kita kaji sepertinya semakin luas dan besar kandungannya. al-Qur’an mengajarkan konsep/prinsip dasar yang harus kita kaji dan kembangkan sendiri. Nantinya al-Qur’an akan hadir secara fungsional untuk menjawab problem keummatan termasuk di dunia pendidikan Islam khususnya di Indonesia.
Demikianlah, kita semua menginsyafi, pendidikan merupakan persoalan strategis bagi sebuah bangsa. Pendidikan bukan saja penting bagi upaya melahirkan individu dan masyarakat yang terpelajar, tetapi juga untuk membangun generasi baru yang siap menghadapi tantangan masa depan. Selain itu, pendidikan juga menjadi bekal utama sebagai persiapan memasuki kompetisi global, sebuah persaingan antarbangsa yang demikian ketat dan berpengaruh terhadap semua dimensi kehidupan: ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Pada akhirnya pendidikan juga akan menentukan kualitas sebuah bangsa, serta berpengaruh signifikan dalam mendorong proses transformasi sosial menuju kehidupan yang maju, modern, dan bermartabat.
Wallahu a’lam bi showab.
DAFTAR PUSTAKA
al-Abrasy M. Athiyah. 1968. At-Tarbiyah al-Islamiyah (terj; Bustami A.Goni, dan Djohar Bakry) Bulan Bintang. Jakarta.
Al-Abrasy M. Athiyah. 1969. At-Tarbiyah al-Islamiyah wal Falsafatuha, Isa al-Baby al-Halaby.Qahirah
al-Attas An Naquib, 1988. Konsep Pendidikan Dalam Islam. Mizan. Bandung..
al-Attas. Syeh Muhammad al- Naquib Aims and Objektive of Islamic education .
Alhumami Amich (The World Bank, Primary Education, 1990); artikel lepas; Membangun Pendidikan Yang Bermutu
al-Munawwar Aqil Said Husein, 2005. Aktualisasi Nilai-nilai Qur’ani: Dalam Sistem Pendidikan Islam, Ciputat Press. Ciputat
al-Qurtubi Ibnu Abdillah Muahammad bin Ahmad al-Ansari, tt. Tafsir al-Qurtubi. Durusy. Cairo.
Anis Ibrahim. 1972. Al-Mu’jam al-Wasit. Angkasa. Jakarta..
Asegaf, Abd. Rachman. 2005; Politik Pendidikan Nasional; pergeseran KebijakanPendidikan Agama Islam dari Proklamasi ke Reformasi. Kurnia kalam.Yogjakarta;.
Ashraf Ali. 1989. Horison Baru Pendidikan (Islam dan Umum). Pustaka Firdaus. Jakarta..
Furchan Arief, 2004; Transformasi Pendidikan Islam Di Indonesia; Anatomi Keberadaan Madrasah dan PTAI, Gama Media, Yogyakarta.
Jalal Abdul Fattah. 1977.Min al-Usuli al-Tarbawiyah fi al-Islam. Darul Kutub Misriyah. Mesir.
Jusuf Amir Feisal, 1995; Reorientasi Pendidikan Islam, Gema Insani Press. Jakarta.
Langgulung Hasan. 1980. Asas-asas Pendidikan Islam. Pustaka al-Husna. Jakarta.
Ma’luf Louis. 1960. Al-Munjid fi lughah.Dar al-Masyriq. Beirut.
Marimba Ahmad D. 1989. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Al-Ma’arif. Bandung.
Muhaimin, 2002; Paradigma Pendidikan Islam; upaya mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah; Rosda karya; Bandung
Nasir, Ridwan 2005. Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal ( Pondok Pesantren ditengah Arus Perubahan), Pustaka Pelajar. Yogyakarta..
Noor Deliar, 199; Gerakan Modern Islam di Indonesia, 1900-1942 LP3ES. Jakarta.
Razi. Fathur. tt Tafsir Fathur Razi. Dar al-Kutub al-Ilmiyah. Teheran
Ridho Rasyid. 1373 H Tafsir al-Manar. Dar al-Manar..
Steeinbrink Karel A., 1986; Pesantren, Madrasah dan Sekolah : Pendidikan Islam Kurun Modern . LP3ES. Jakarta
Syahminan Zaini. 1986. Prinsip-Prinsip Dasar Konsepsi Pendidikan Islam. Pustaka al-Husna. Jakarta
Syam Muhammd Noor, 1989.Filsafat Pendidikan da n Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila. Usaha Nasional. Surabaya
Tafsir Ahmad. 1992. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Rosda Karya. Bandung
Tilaar H.A.R., 2004; Multikulturalisme; Tantangan-tantangan Global masa Depan dalam Transformasi Pendidikan Nasional, Grasindo, Jakarta
Yunus Mahmud, 1995; Sejarah Pendidikan Islam. Mutiara Sumber Nidya, Jakarta
Zuhairini. 1950. Metodik pendidikan Islam. IAIN Tarbiyah Sunan Ampel Press. Malang.


* M. Fakhruddin adalah Alumni Tarbiyah UIN Malang dan sekarang melanjutkan di UIN Sunan Kali jaga Yogyakarta

Landasan Sejarah Pendidikan



1.1. Latar belakang
Sejarah atau history adalah keadaan masa lampau dengan segala macam kejadian atau kegiatan yang didasari oleh konsep-konsep tertentu. Sejarah penuh dengan informasi yang mengandung kejadian, model, konsep, teori, praktik, moral, cita-cita dan sebagainya (Pidarta, 2007: 109).
Sejarah adalah suatu peristiwa yang telah terjadi di masa lampau, yang merupakan bagian dari kehidupan manusia, sejarah itu diisi tergantung pada pembuat sejarah apakah diisi dengan tinta sejarah yang bermanfaat atau sebakliknya. Hingga sampai saat ini pun sebenarnya kita juga sedang membuat sejarah tentang kehidupan kita untuk generasi penerus kita baik itu untuk anak dan cucu kita dan semua orang yang terlibat dalam aktivitas kehidupan kita. Secara tidak langsung kita ada pada saat ini merupakan sejarah dari orang tua kita, orang tua kita ada dari orang tua kita sebelumnya dan begitulah seterusnya.
Peristiwa sejarah meliputi berbagai aktivitas manusia semua bidang manusia salah satunya adalah landasan sejarah dalam bidang pendidikan yang merupakan pembahasan makalah ini. Pendidikan merupakan hasil sejarah orang – orang sebelum kita yang berjasa dalam bidang sejarah, oleh karena itu dengan adanya landasan sejarah pendidikan di masa lalu bisa dijadikan gambaran untuk melakukan pendidikan dimasa sekarang. Sehingga dalam pelaksannan pendidika dapat mengarah pada tujuan sebenarnya pendidikan itu.Indonesia sendiri telah mengalami berbagai perubahan dan salah satunyadi bidang pendidikan. Perubahan tersebut dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Untuk memajukan pendidikan suatu bangsa maka kita perlu mempelajari sejarah pendidikan itu sendiri, baik yang bersifat nasional maupun internasional. Karena dengan mernpelajari sejarah pendidikan maka kita dapat mengetahui apa yang sudah dikerjakan oleh pendahulu kita serta hasil yang diperoleh.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana landasan sejarah pendidikan dunia dan sejarah pendidikan Indonesia ?
2. Bagaimana sejarah pendidikan di masa Perjuangan bangsa Indonesia, masa Pembangunan dan masa Reformasi ?
3. Bagaimanakah implikasi landasan sejarah pendidikan terhadap pendidikan masa kini ?
1.3 Tujuan Penulisan makalah
1. Mengetahui landasan sejarah pendidikan dunia dan sejarah pendidikan Indonesia.
2. Mengetahui sejarah pendidikan di masa Perjuangan bangsa Indonesia, masa Pembangunan dan masa Reformasi.
3. Mengetahui dan dapat menerapkan landasan sejarah pendidikan terhadap pendidikan masa kini.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Landasan Sejarah
2.1.1 Sejarah Pendidikan Dunia
Umur sejarah pendidikan dunia sudah panjang sekali, mulai dari zaman Hellenisme tahun 150SM-250SM, zaman pertengahan tahun 500-1500, zaman Humanisme atau Renaissance, hingga zaman Refomasi dan Kontra-Reformasi pada tahun 1600-an. Pendidikan pada zaman ini belum banyak memberikan konstribusi pada pendidikan zaman sekarang. Oleh sebab itu, pendidikan yang terjadi pada zaman ini tidak diuraikan.
A. Zaman Realisme
Pendidikan yang mulai menunjukkan perbedaan eksistensinya dengan pendidikan-pendidikan sebelumnya adalah sejak zaman Realisme. Pendidikan Realisme lebih berkiblat pada dunia dan bersumber dari keadaan di dunia ini pula. Pendidikan tidak banyak dipengaruhi oleh kebudayaan Yunani dan Romawi, tidak banyak bergantung pada alam pikiran yang tertulis dalam buku, lengkap dengan keadaan dan estetika yang ditimbulkannya. Realisme menghendaki pikiran praktis.
Fransis Bacon adalah tokoh pendidikan pada zaman Realisme ini (abad ke 17) yang pertama kali mengembangkan metode induktif. Pendapat Bacon adalah sebagai berikut:
a) Dalam menemukan dan mengembangkan pengetahuan, pandangan harus diarahkan ke realita alam mini serta hal-hal praktis yang ada di dalamnya.
b) Alam lingkungan adalah sumber pengetahuan yang bisa didapat lewat alat-alat indra.
c) Menggunakan metode berfikir induktif, yaitu mulai dari menemukan fakta-fakta khusus kemudian dianalisis sehingga menimbulkan simpulan.
d) Bila memungkinkan dapat mengembangkan pengetahuan dengan eksperimen-eksperimen.
e) Penggunaan bahasa daerah lebih diutamakan
Ada sejumlah pendidikan yang berkembang pada waktu itu yang dirumuskan oleh Bacon beserta pengikut-pengikutnya, yaitu:
a) Pendidikan lebih dihargai daripada pengajaran, karena pendidikan mengembangkan kemampuan manusia
b) Pendidikan harus menekankan aktivitas sendiri
c) Penanaman pengertian lebih penting daripada hapalan
d) Pelajaran disesuaikan dengan perkembangan anak
e) Pelajaran harus diberikan satu persatu
f) Pengetahuan diperoleh dengan metode induksi
g) Semua anak harus mendapatkan kesempatan yang sama untuk belajar
Pandangan aliran Realisme tentang pendidikan sebagai berikut:
a) Anak-anak harus belajar dari alam
b) Belajar dengan metode induktif
c) Mementingkan aktifitas anak
d) Mengutamakan pengertian
e) Ekspresi kata untuk menyatakan pengertian menjadi penting
f) Belajar melalui bahasa ibu
g) Belajar dibantu oleh gambar-gambar
h) Materi dipelajari satu demi satu dari yang sukar ke yang gampang
i) Pelajaran disesuaikan dengan perkembangan anak
j) Pendidikan bersifat demokratis yaitu semua untuk anak
B. Zaman Rasionalisme
Sesudah zaman Realisme berkebanglah zaman Rasionalisme dengan tokohnya John Locke pada abad 18. Aliran ini bertujuan memberikan kekuasaan pada manusia untuk berpikir sendiri dan bertindak untuk dirinya. Karena itu, aliran ini juga disebut displinarisme. Dengan teorinya yang terkenal ialah teori taularasa atau a blank sheet of paper.Proses belajar menurut Jhon Locke ada tiga langkah, yaitu:
a) Mengamati hal-hal yang ada diluar diri manusia.
b) Mengingat apa yang telah diamati dan dihafalkan.
c) Berfikir
C. Zaman Naturalisme
Tokoh dari aliran ini yaitu J.J. Rousseu. Naturalism menentang kehidupan yang tidak wajar sebagai akibat dari Rasionalisme, seperti gaya hidup yang diperhalus, cara hidup yang dibuat-buat, sampai dengan korupsi. Anak-anak dipadang sebagai orang deasa yang kecil. Naturaliem menginginkan keseimbanagn kekuatan antara rasio dan hati. Menurut Rousseau ada tiga asas pengajar yaitu:
a) Asas pertumbuhan: pengajaran harus memberikan kesempatan pada anak-anak bertumbuh secara wajar dengan cara mempekerjakan mereka sesuai dengan kebutuhannya
b) Asas aktifitas: melalui belajar anak-anak menjadi aktif yang akan meberikan pengalaman, yang kemduain akan menjadi penetahuan mereka
c) Asas individualis: dengan cara menyiapkan pendidikan sesuai dengan individualitas masing-masing anak, sehingga mereka berkembang menurut alamnya sendiri
Tokoh kedua adalah J.F. Herbart yang menginginkan pembentukan manusia susila yang bermoral tinggi. Tujuan pendidikannya adalah membentuk watak anak melaui pengembangan minat seluas-luasnya. Dasar dari teori pndidikan Herbart adalah Psikologi Asosiasi. Pembelajaran yang baik adalah yang memberikan tanggapan sejelas-jelasnya kepada anak-anak. Karena itu Psikologi Asosiasi Herbart sering pula disebut Psikologi Tanggapan.
Menurut Herbart ada lima langkah dalam proses belajar mengajar:
A. Persiapan: anak-anak dipersiapkan untuk menerima pelajaran
B. Presentasi:dimulai secara konkret agar anak-anak mendapat tanggapan-tanggapan yang jelas dan kuat
C. Asosiasi: dilakukan dengan cara mengintegrasikan pengetahuan baru dengan yang lama
D. Generalisasi: hubungan pengetahuan baru dengan yang lama bertujuan membentuk sesuatu yang baru pula dalam benak anak-anak 
E. Aplikasi: pembentukan pengetahuan-pengetahuan baru itu perlu diuji atau dites untuk mengetahui apakah anak-anak sudah mampu mengaplikasikan pengetahuan itu atau belum.
2.1.2 Sejarah Pendidikan Indonesia
Pendidikan di Indonesia memiliki sejarah yang cukup panjang. Pendidikan itu telah ada sejak zaman kuno/tradisional yang dimulai dengan zaman pengaruh agama Hindu dan Budha, zaman pengaruh Islam, zaman penjajahan, dan zaman merdeka (Pidarta, 2009.: 125).
A. Zaman Pengaruh Hindu dan Budha
Pengaruh pendidikan pada zaman Hinduisme and Budhisme datang ke Indonesia sekitar abad ke-5. Hinduisme dan Budhisme merupakan dua agama yang berbeda, namun di Indonesia keduanya memiliki kecenderungan sinkretisme, yaitu keyakinan mempersatukan figur Siva dengan Budha sebagai satu sumber Yang Maha Tinggi. Motto pada lambang Negara Indonesia yaitu Bhinneka Tunggal Ika yang berarti berbeda-beda tetapi tetap satu yaitu Sang Maha Tunggal yaitu Tuhan , secara etimologis berasal dari keyakinan tersebut (Mudyahardjo, 2012: 215).
Pada zaman ini pendidikan memiliki tujuan yang sama yaitu pendidikan diarahkan dalam rangka penyebaran dan pembinaan kehidupan keberagamaan Hindu dan Budha (Mudyahardjo, 217), juga mencari petunjuk tentang apa yang diinginkan, baik buruknya, hingga pencapaiannya.
B. Zaman Pengaruh Islam (Tradisional)
Agama Islam mulai masuk ke Indonesia pada akhir abad ke-13 dan mencakup sebagian besar Nusantara pada abad ke-16. Perkembangan pendidikan agama Islam di Indonesia sejalan dengan perkembangan penyebaran Islam di Nusantara, baik sebagai agama maupun sebagai arus kebudayaan (Mudyahardjo.: 221). Pendidikan agama Islam pada zaman ini disebut Pendidikan Islam Tradisional.
Tujuan dari pendidikan agama Islam adalah sama dengan tujuan hidup Islam, yaitu mengabdi sepenuhnya kepada Allah SWT sesuai dengan ajaran yang disampaikan oleh Nabi Muhammad S.A.W. Untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat. (Mudyahardjo.: 121-223) Pendidikan agama Islam Tradisional ini tidak diselenggarakan secara terpusat, namun banyak diupayakan secara perorangan melalui para ulamanya di suatu wilayah tertentu dan terkoordinasi oleh para wali di Jawa, terutama Wali Sanga..
C. Zaman Kolonial Belanda
Saat Belanda menjajah Indonesia, pendidikan yang ada diawasi secara ketat oleh Belanda. Hal tersebut dikarenakan Belanda tahu bahwa melalui pendidikan, gerakan-gerakan perlawanan halus terhadap keberadaan Belanda di Indonesia pada sat itu dapat muncul dan menyulitkan Belanda saat itu.
Tiga poin utama dalam politik etis Belnada pada masa itu adalah irigasi, migrasi, dan edukasi. Dalam poin eduksi, peerintah Belanda mendirikan sekolah-sekolah gaya barat untuk kalangan pribumi. Akan tetapi keberadaan sekolah-sekolah ini ternyata tidak menjadi sarana pencerdasan masyarakat pribumi. Pendidikan yang disediakan Belanda ternyata hanya sebatas mengajari para pribumi berhitung, membaca, dan menulis.
Pada masa ini pula, pendidikan pendidikan rakyat juga turut muncul. Sekolah sekolah rakyat seperti Taman Siswa dan Muhammadiyah muncul dan berkembang. Jadi dapat dikatakan pada masa tersebut terdapat 3 tipe jalur pendidikan yang berbeda:
1) System pendidikan dari masa islam yang diwakili dengan pondok pesantren
2) Pendidikan bergaya barat yang disediakan oleh pemerintah Hindia-Belanda
3) Pendidikan “swasta pro-pribumi” seperti Taman Siswa dan Muhammadiyah
Golongan baru inilah yang kemudian berjuang merintis kemerdekaan melalui pendidikan. Perjuangan yang masih bersifat kedaerahan berubah menjadi perjuangan bangsa sejak berdirinya Budi Utomo pada tahun 1908 dan semakin meningkat dengan lahirnya Sumpah Pemuda tahun 1928. Setelah itu tokoh-tokoh pendidik lainnya adalah Mohammad Syafei dengan Indonesisch Nederlandse School-nya, Ki Hajar Dewantara dengan Taman Siswa-nya, dan Kyai Haji Ahmad Dahlan dengan Pendidikan Muhammadiyah-nya yang semuanya mendidik anak-anak agar bisa mandiri dengan jiwa merdeka (Pidarta, 2009: 125-33).
D. Zaman Kolonial Jepang
Perjuangan bangsa Indonesia dalam masa penjajahan Kolonial Jepang tetap berlanjut sampai cita-cita untuk merdeka tercapai. Walaupun bangsa Jepang menguras habis-habisan kekayaan alam Indonesia, bangsa Indonesia tidak pantang menyerah dan terus mengobarkan semangat 45 di hati mereka. Meskipun demikian, ada beberapa segi positif dari penjajahan Jepang di Indonesia.
Di bidang pendidikan, Jepang telah menghapus dualisme pendidikan dari penjajah Belanda dan menggantikannya dengan pendidikan yang sama bagi semua orang. Selain itu, pemakaian bahasa Indonesia secara luas diinstruksikan oleh Jepang untuk di pakai di lembaga-lembaga pendidikan, di kantor-kantor, dan dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini mempermudah bangsa Indonesia untuk merealisasi Indonesia merdeka. Pada tanggal 17 Agustus 1945 cita-cita bangsa Indonesia menjadi kenyataan ketika kemerdekaan Indonesia diproklamasikan kepada dunia (Mudyahardjo, 2012:266-272).
2.2 Landasan Sejarah Pendidikan Di Masa Perjuangan Bangsa Indonesia, Masa Pembangunan Dan MasaReformasi.
2.2.1 Masa Perjuangan.
a. Zaman Kolonial Belanda
Didorong oleh kebutuhan praktis berkaitan dengan pekerjaan diberbagai bidang, Belanda mendirikan sekolah-sekolah untuk rakyat Indonesia dengan tujuan menghasilkan pegawai-pegawai rendahan baik sebagai pegawai negeri maupun swasta. Adapun kecenderungan pendidikan masa kolonial ini adalah:1) membiarkan terselengarakannya pendidikan islam tradisional serta membantu mendirikan madrasah Islam di Nusantara, 2) mendirikan sekolah Zending (mizionaris) yang bertujuan menyebarkan agama kristen. Adapun ciri khas pendidikannya antara lain: 1) dualistik diskriminatif, 2) sentralistik, 3) tujuan pendidikan untuk menghasilkan tamatan sebagai warga negara Belanda kelas dua.
Kurikulum sekolah mengalami radikal dengan masuknya ide-ide liberal tersebut yang bertujuan mengembangkan kemampuan intelektual, nilai-nilai rasional dan sosial. Pada awalnya kurikulum ini hanya diterapkan untuk anak-anak Belanda selama setengah abad ke-19. Setelah tahun 1848 dikeluarkan peraturan pemerintah yang menunjukkan bahwa pemerintah lambat laun menerima tanggung jawab yang lebih besar atas pendidikan anak-anak Indonesia sebagai hasil perdebatan di parlemen Belanda dan mencerminkan sikap liberal yang lebih menguntungkan rakyat Indonesia. Pda tahun 1899 terbit sebuah artikel oleh Van Deventer berjudul Hutang Kehormatan dalam majalah De Gids, Ia menganjurkan agar pemerintah lebih memajukan kesejahterran rakyat Indonesia. Ekspresi ini kemudian dikenal dengan Politik Etis. Sejak dijalankannya Politik Etis ini tampak kemajuan yang lebih pesat dalam bidang pendidikan selama beberapa dekade. Pendidikan yang berorientasi Barat ini meskipun masih bersifat terbatas untuk beberapa golongan saja, antara lain anak-anak Indonesia yang orang tuanta adalah pegawai pemerintah Belanda, telah menimbulkan elite intelektual baru.
Golongan baru inilah yang kemudian berjuang merintis kemerdekaan melalui pendidikan. Perjuangan yang masih bersifat kedaerahan berubah menjadi perjuangan bangsa sejak berdirinya Budi Utomo pada tahun 1908 dan semakin meningkat dengan lahirnya Sumpah Pemuda tahun 1928.
b. Zaman Kolonial Jepang
Jepang masuk ke Indonesia pada tahun 1942 yang pada masa itu sedang terjadi Perang Dunia sehingga berimbas pada pemerintahan Jepang yang bersifat militeristik. Dalam misinya menguasai Indonesia, Jepang banyak melakukan perubahan. Termasuk dibidang pendidikan, penyelenggaraannya ditujukan untuk menghasilkan tentara yang siap memenangkan perang bagi Jepang. Selain itu, di bidang pendidikan secara luas ada beberapa segi positif dari penjajahan Jepang di Indonesia antara lain: a) Jepang telah menghapus dualisme pendidikan dari penjajah Belanda dan menggantikannya dengan pendidikan yang sama bagi semua orang, b) pemakaian bahasa Indonesia secara luas diinstrusikan oleh Jepang untuk di pakai di lembaga-lembaga pendidikan, di kantor-kantor dan dalam pergaulan sehari-hari. Bahas Jepang sebagai bahasa kedua sedang bahasa Belanda dilarang, c) Jepang mendirikan sekolah guru dengan sistem pembinaan indoktrinasi mental ideologis, d) pembinaan murid dan para pemuda dilakukan dengan senam pagi (taiso).
c. Zaman Kemerdekaan
Meski belum mencapai suasana kondusif dalam kehidupan pemerintahannya, akan tetapi dalam bidang pendidikan pada awal kemerdekaan ini terus dilaksanakan dengan berpedoman pada UUD1945 pasal 31. Dalam prakteknya, penyelenggaraan pendidikan pada era 1945-1950 yaitu :
• Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia mengusulkan perlunya pembaharuan di bidang pendidikan
• Pembentukan pendidikan masyarakat yang bertujuan membangun masyarakat adil dan makmur berdasar pancasila.
• Pembentukan Panitia Penyelidik Pengajaran
• Menetapkan kurikulum awal sebagai pedoman penyelenggaraan pendidikan
• Pembaharuan kurikulum menjadi kurikulum SR 947
2.2.2 Masa Pembangunan
Dalam rangka menyesuaikan segala usaha untuk mewujudkan Manipol, melalui Keputusan Presiden RI No. 145 Tahun 1965 pendidikan nasional dipandang sebagai alat revolusi. Pendidikan harus difungsikan atau harus memiliki Lima Dharma Bhakti Pendidikan, yaitu: (1) Membina Manusia Indonesia Baru yang berakhlak tinggi (Moral Pancasila), (2) Memenuhi kebutuhan tenaga kerja dalam segenap bidang dan tingkatnya (manpower), (3) Memajukan dan mengembangkan kebudayaan nasional, (4) Memajukan dan mengembangkan ilmu engetahuan dan teknlogi, (5) Menggerakkan dan menyadarkan seluruh kekuatan rakyat untuk membangun masyarakat dan manusia Indonesia baru. Selanjutnya dinyatakan bahwa asas pendidikan nasional adalah Pancasila – Manipol USDEK. Dengan demikian tujuan pendidikan nasional adalah untuk melahirkan warga negara-warga negara sosialis Indonesia yang susila yang bertanggung jawab atas terselenggaranya masyarakat sosialis Indonesia, adil dan makmur baik spiritual maupun material dan berjiwa Pancasila. Dalam hal ini, moral pendidikan nasional ialah Pancasila Manipol/USDEK, dan politik pendidikannya adalah Manifesto Politik. Selanjutnya melalui Penetapan Presiden RI No. 19 Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Sistem Pendidikan Nasional Pancasila antra lain dirumuskan kembali mengenai dasar asas pendidikan nasional, tujuan, isi moral, dan politik nasional. Yang menarik dalam rumusan-rumusan tersebut ditegaskan sekali lagi bahwa tugas pendidikan nasional Indonesia ialah menghimpun kekuatan progresif revolusioner berporoskan Nasakom.
Banyak progam pembangunan yang telah direncanakan dalam Pembangunan Nasional Semesta Berencana Thap Pertama (1961-1969). Rencana proyek pembangunan di bidang pendidikan antara lain berkenaan pengembangan pendidikan tinggi,diprioritaskannya pengembangan sekolah-sekolah kejuruan, kursus-kursus dan sebagainya. Namun demikian akibat pecahnya pemberontakan G-30S/PKI, maka rontoklah rencana pembangunan nasional semesta berencana tersebut. Setelah pemberontakan G30S/PKI dapat ditumpas, terjadi suatu keadaan peralihan masyarakat Indonesia dari Orde Lama ke Orde Baru.
Pendidikan Pada Masa PJP I (Pembangunan Jangka Panjang)
Pelaksaan Pelita I PJP I dicanangkan mulai 1 April 1969, maka pada tanggal 28-30 April 1969 pemerintah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan mengumpulkan 100 orang pakar/pemikir pendidikan di Cipayung untuk melakukan konferensi dalam rangka: 1) mengidentifikasi masalah-masalah pendidikan nasional, dan 2) menyusun suatu prioritas pemecahn dari berbagai maslah tersebut, serta mencari alternatif pemecahannya.
Didalam rumusan-rumusan kebijakan pkok pembangunan pendidikan selama PJP I terdapat beberapa kebijakan yang terus menerus dikemukakan, yaitu: 1) relevansi pendidikan, 2) pemerataan pendidikan, 3) peningkatan mutu gru atau tenaga kependidikan, 4) mutu pendidikan, dan 5) pendidikan kejuruan. Selain kebijakan pokok tyersebut terdapat pula beberapa kebijakan yang perlu mendapat perhatian kita. Pertama, kebijakan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat di dalam bidang pendidikan,. Kedua, pengembangan sistem pendidikan yag efisien dan efektif. Ketiga, dirumuskan dan disahkannya UU RI No. 2 Tahun 1989 Tentang “ Sistem Pendidikan Nasional” sebagai pengganti UU pendidikan lama yang telah diundangkan sejak tahun 1950.
Kurikulum Pendidikan dalam PJP I telah dilakukan tiga kali perubahan kurikulum pendidikan (sekolah), yaitu dikenal sebagai: Kurikulum 1968, Kurikulum 1975, dan Kurikulum 1984. Kurikulum Pendidikan Kejuruan, dalam Pelita I selain penyempurnaan sistem sekolah kejuruan juga ditingkatkan mutu pendidikannya terutama mutu guru dan laboratoriumnya. Dengan dana pinjaman Bank Dunia diadakan brbagai usah untuk meningkatkan pendidikan teknik menengah. Beberapa STM ditingkatkan, juga membangun apa yang disebut Sekolah Teknik Menengah Pembangunan, diadakan bengkel-bengkel latihan pusat yang dapat digunakan beberapa STM termasuk STM swasta. Usaha perbaikan kurikulum terus menerus, baik melalui dan pinjaman dari ADB juga bantuan dari negara-negar sahabat.
2.2.3 Masa Reformasi
Selama Orde Baru berlansung, rezim yang berkuasa sangat leluasa melakukan hal-hal yang mereka ingunkan tanpa ada yang berani melakukan pertentangan dan perlawanan, rezim ini juga memiliki motor politik yang sangat kuat yaitu partai Golkar yang merupakan partai terbesar saat itu. Hampir tidak ada kebebasan bagi masyarakat untuk melakukan sesuatu, termasuk kebebasan untuk berbicara dan menyampaikan pendapatnya.
Maraknya gerakan reformasi menyebabka tumbangnya kekuasaan orde baru. Implikasi dari peristiwa itu dapat dirasakan pada seluruh aspek kehidupan bernegara, termasuk bidang pendidikan. Dengan di berlakukannya UU No. 22/1999 dan UU No. 25/1999 maka sistem penyelengaraan pendidikan berubah ke otonomi pendidikan. Desentralisasi kekuasaan yang menitik beratkan pada partisipasi rakyat menuntut tersedianya tenaga-tenaga terampil dalam jumlah dan kualitas yang tnggi serta pemberdayaan lembaga-lembaga sosial di daerah termasuk dalm bidang pendidikan. Desentralisasi penyelenggaraan pendidikan di daerah akan memberikan implikasi langsung dalam penyusunan kurikulum yang dewasa ini sangat sentalistis.
Disamping itu kesejahteraan tenaga kependidikan perlahan-lahan meningkat. Hal ini memicu peningkatan kualitas profesional mereka. Instrumen-instrumen untuk mewujudkan desentralisasi pendidikan juga diupayakan, misalnya MBS (Manajemen Berbasi Sekolah), Life Skill (Lima Ketrampilan Hidup), dan TQM (Total Quality
Manajement).
2.3 Implikasi Landasan Sejarah Pendidikan Terhadap Pendidikan.
Masa lampau memperjelas pemahaman kita pada masa kini. Sistem pendidikan yang kita terapkan masa kini adalah hasil perkembangan pendidikan yang tumbuh dalam sejarah pengalaman bangsa kita pada masa lampau. Hal ini sudah terbukti dengan adanya kemajuan perkembangan dalam segala bidang, misalnya; ilmu pengetahuan, teknologi, ekonomi, sosial dan budaya. Berikut pembahasan tetntang implikasi landasan sejarah terhadap konsep pendidikan ;
A. Tujuan pendidikan diharapkan bertujuan dan mampu mengembangkan berbagai macam potensi peserta didik. Serta mengembangkan kepribadian mereka secara lebih harmonis. Tujuan pendidikan juga diarahkan untuk pengembangkan segala aspek pribadi yang terdapat dalam individu peserta didik, baik dalam aspek keagamaan ataupun kemandirian. Dengan mengetahui landasan sejarah pendidikan kita dapat mengetahui betapa pentingnya konsep tujuan dari pendidikan yang seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi.
B. Proses Pendidikan terutama proses belajar- mengajar dan materi pelajaran harus disesuaikan denagn tingkat perkembangan peserta didik, melaksanakan metode global untuk pelajaran bahasa, mengembangkan kemandirian dan kerjasama siwa dalam pembelajaran, menegmbangkan pelajaran dalam lintas disiplin ilmu, demokratisasi dalam pendidikan, serat pengembangan ilmu dan teknologi.
C. Kebudayaan nasional, Sejarah membawa perubahan kebudayaan. Dari zaman dahulu dahulu sampai saat ini, adanya perubahan budaya karena pengalaman sejarah melalui penemuan baru, pertukaran budaya akibat penjajahan bangsa asing sehingga sejarah membawa dampak perubahan peradaban kebudayaan melalui peranan pendidikan.Pendidikan harus juga memajukan kebudayaan nasional. Pidarta (2008:149) mengatakan bahwa kebudayaan nasional merupakan puncak-puncak budaya daerah dan menjadi identitas bangsa Indonesia agar tidak ditelan oleh budaya global.
D. Inovasi-inovasi Pendidikan. Inovasi-inovasi harus berumber dari hasil hasil penelitian pendidikan di indonesia, sehingga diharapkan pada akhirnya membentuk konsep-konsep pendidikan yang bercirikan indonesia.
BAB III
PENUTUPAN
3.1 Kesimpulan.
Dari rangkaian masa dalam sejarah yang menjadi landasan histori kependidikan di Indonesia, kita dapat menyimpulkan bahwa sejarah sangatlah penting untuk diketahui apalagi sejarah pendidikan indonesia dari perjuangan para tokoh pendidikan di indonesia serta peran pemerintah untuk mengembangkan dunia pendidikan.Yang menjadi landasan historis kependidikan di Indonesia adalah semua pengalaman dan pandangan masa lalu bangsa Indonesia yang dapat dijadikan cerminan untuk perbaikan dalam dunia pendidikan di masa depan.Pendidikan mewariskan peradaban masa lampau sehingga peradaban masa lampau yang memiliki nilai-nilai luhur dapat dipertahankan dan diajarkan lalu digunakan generasi penerus dalam kehidupan mereka di masa sekarang. Dengan mewariskan dan menggunakan karya dan pengalaman masa lampau, pendidikan menjadi pengawal,perantara,dan pemelihara peradaban. Dengan demikian, pendidikan memungkinkan peradaban masa lampau diakui eksistensinya dan bukan merupakan “harta karun” yang tersia-siakan.
DAFTAR PUSTAKA
Winarno, Agung. 2014. Pengantar Pendidikan. Malang: Universitas Negeri Malang.
Mudyahardjo, Redja. 2008. Pengantar Pendidikan: Sebuah Studi Awal tentang Dasar-Dasar Pendidikan pada Umumnya dan Pendidikan di indonesia. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Pidarta, Made. 2007. Landasan Kependidikan : Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia.Jakarta: Rineka Cipta.
Suardi. 2012. Pengantar Pendidikan Teori dan Aplikasi. Jakarta Barat: PT INDEKS.

Minggu, 24 Juli 2016

PERAN MAHASISWA DALAM MEMBELA NEGARA


Pengertian Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (PPBN)
          Pembelaan negara atau bela negara adalah tekad, sikap dan tindakan warga negara yang teratur, menyeluruh, terpadu dan berlanjut yang dilandasi oleh kecintaan pada tanah air serta kesadaran hidup berbangsa dan bernegara.
          Bagi warga negara Indonesia, usaha pembelaan negara dilandasi oleh kecintaan pada tanah air (wilayah Nusantara) dan kesadaran berbangsa dan bernegara Indonesia dengan keyakinan pada Pancasila sebagai dasar negara serta berpijak pada UUD 1945 sebagai konstitusi negara.
          Wujud dari usaha bela negara adalah kesiapan dan kerelaan setiap warganegara untuk berkorban demi mempertahankan kemerdekaan kedaulatan negara, persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia, keutuhan wilayah Nusantara dan yuridiksi nasional serta nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.
Maksud dan Tujuan PPBN
          Usaha pembelaan negara bertumpu pada kesadaran setiap warga negara akan hak dan kewajibannya. Kesadaran demikian perlu ditumbuhkan melalui proses motivasi untuk mencintai tanah air dan untuk ikut serta dalam pembelaan negara. Proses motivasi untuk membela negara dan bangsa akan berhasil jika setiap warga memahami keunggulan dan kelebihan negara dan bangsanya. Di samping itu setiap warga negara hendaknya juga memahami kemungkinan segala macam ancaman terhadap eksistensi bangsa dan negara Indonesia.
          Dalam hal ini ada beberapa dasar pemikiran yang dijadikan sebagai bahan motivasi setiap warganegara untuk ikut serta membela negara Indonesia :
1)   Pengalaman sejarah perjuangan RI
2)   Kedudukan wilayah geografis Nusantara yang strategis
3)   Keadaan penduduk (demografis) yang besar
4)   Kekayaan sumber daya alam
5)   Perkembangan dan kemajuan IPTEK di bidang persenjataan
6)   Kemungkinan timbulnya bencana perang.
Perkembangan Pendidikan Pendahuluan Bela Negara
a.   Situasi NKRI Terbagi dalam Periode-periode :
a)   Tahun 1945 sejak NKRI diproklamasikan sampai tahun 1965 disebut periode lama atau Orde Lama
b)   Tahun 1965 sampai tahun 1998 disebut periode baru atau Orde Baru.
c)   Tahun 1998 sampai sekarang disebut periode Reformasi.
Perbedaan periode tersebut terletak pada hakikat yang dihadapi. Pada periode lama bentuk yang dihadapi adalah “ancaman fisik” berupa pemberontakan dari dalam maupun ancaman fisik dari luar oleh tentara sekutu, tentara kolonial Belanda, dan tentara Dai Nippon. Sedang periode baru dan periode reformasi bentuk yang dihadapi adalah “tantangan” yang sering berubah sesuai dengan perkembangan kemajuan zaman. Perkembangan kemajuan zaman ini, mempengaruhi perilaku bangsa dengan tuntutan-tuntutan hak yang lebih banyak. Pada situasi ini yang dihadapi adalah tantangan nonfisik, yaitu tantangan pengaruh global dan gejolak sosial.
b.   Pada Periode Lama Bentuk Ancaman yang Dihadapi adalah Ancaman Fisik
Contoh : adanya PPPR (Pendidikan Pendahuluan Perlawanan Rakyat), OPR (Organisasi Perlawanan Rakyat), OKD (Organisasi Keamanan Desa), OKS (Organisasi Keamanan Sekolah). Dilihat dari kepentingannya, tentunya pola pendidikan yang diselenggarakan akan terarah pada fisik, teknik, taktik dan strategi kemiliteran.
c.    Periode Orde Baru dan Periode Reformasi
Ancaman yang dihadapi dalam periode-periode ini berupa tantangan nonfisik dan gejolak sosial. Untuk mewujudkan bela negara dalam berbagai aspek kehidupan, pertama-tama perlu dibuat rumusan tujuan bela negara.
Kewajiban membela negara merupakan salah satu prinsip dalam konsep kewargaan aktif (active citizenship), di mana bela negara menjadi tanggung jawab setiap warga untuk bertindak bagi virtue kemaslahatan bersama, dan bukan semata-mata untuk kepentingan individu warga. Dalam kaitan ini, menjadi sangat penting bagi setiap warga untuk benar-benar menyadari dan memahami kewajiban untuk ikut serta pembelaan negara. Jawaban atas beberapa pertanyaan mendasar seperti mengapa warga memiliki tanggung jawab atas pertahanan (bela negara)? Bilamana tanggung jawab tersebut dapat digunakan dan tunaikan oleh setiap warga? Apa akibatnya bila warga mengabaikan tanggung jawab ini? Pada titik ini kita akan berbicara mengenai pendidikan sebagai satu sarana untuk membentuk kesadaran tanggung jawab warga.
Sebelum lebih jauh, menarik untuk melihat bagaimana konsep bela negara dan pendidikannya dipahami dan dilaksanakan. Pertama-tama bela negara dipahami sebagai upaya mempertahankan negara dari serangan militer pihak luar. Kedua, akibat dari pemahaman pertama, bela negara dan hal-hal yang terkait dengannya (termasuk pendidikan bela negara) menjadi wilayah kerja militer. Ketiga, wujud dari peran warga dalam upaya bela negara adalah keikutsertaan dalam wajib militer (komponen cadangan).
Sebagai ilustrasi, bisa kita lihat apa yang dilakukan dalam Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (PPBN). Aktifitas ini dilaksanakan di bawah koordinasi TNI dan Dephan. DEPO Pendidikan (Dodik) Bela Negara, tempat penyelenggaraan PPBN, berdiri pada Juni 2003 di Desa Cikole, Kecamatan Lembang, Bandung. Idenya berasal dari Panglima Kodam III Siliwangi Mayjen Iwan R. Sulanjana dan Gubernur Jawa Barat ketika itu H. Nuriana. Tujuannya adalah memperkaya wawasan kebangsaan masyarakat, khususnya generasi muda (KCM, 13/12/2004).
Syarat untuk mengikuti PPBN cukup mudah, yaitu berbadan sehat dan berusia maksimal 50 tahun. Materi PPBN yang diberikan antara lain wawasan nusantara, UUD1945, sistem pertahanan semesta, Pancasila, dan otonomi daerah. Adapun praktik lapangan meliputi pelajaran baris-berbaris, peraturan penghormatan militer, taktik regu, kegiatan alam bebas, dan ketahanan mars (KCM, 13/12/2004).
Selain Dodik PPBN, kegiatan ini juga pernah dilaksanakan oleh Universitas Siliwangi (Unsil) Tasikmalaya. Bahkan PPBN menjadi kegiatan wajib setiap tahun bukan hanya untuk mahasiswa tapi juga dosen dan karyawan. Peserta yang mengikuti kegiatan PPBN tahun akademik 2005/2006, terdiri dari mahasiswa reguler 1.129 orang, dan kelas karyawan 245 orang. Tujuan dari PPBN Unsil adalah agar mahasiswa memiliki kesiapan melaksanakan bela negara, terkait dengan cinta tanah air (Pikiran Rakyat, 13/2/2006).
 Pendidikan Kewargaan dan Bela Negara
Memang ada aspek kemiliteran dalam aktivitas bela negara. Namun menyerahkan tanggung jawab pendidikan bela negara hanya kepada militer akan menimbulkan persoalan. Selain aspek kemiliteran, bela negara juga mengandung aspek tanggung jawab dan kewajiban warga (civic duties). Dengan kata lain, dari sisi warga, bela negara merupakan bagian dari politik kewargaan (citizenship) kita. Untuk melakukan pendidikan politik kewargaan, militer bukanlah institusi yang tepat, karena bukan semata-mata aspek kemiliteran yang ada dalam konsep bela negara, justru prinsip dan nilai kewargaan yang menjadi pokok dari konsep bela negara. Karena itu pendidikan kewargaan (civic education) menjadi penting untuk dilaksanakan secara intensif.
Di dalam civic education inilah tiga pertanyaan di awal tulisan ini akan dijawab. Jawaban bagi pertanyaan pertama, terletak pada alasan mengapa kita berkumpul dalam satu ikatan politik yang berbentuk republik.
Dalam republik, kemaslahatan umum atau bersama (common good) dan kebebasan (dalam pengertian non-dominasi) adalah dua pilar utama. Untuk itu dibutuhkan partisipasi aktif setiap warga (active citizenship) dalam memperjuangkan pencapaian kemaslahatan umum dan menjaga kebebasan. Artinya, politik kewargaan ditujukan terutama bagi kemaslahatan umum bukan semata-mata individu atau kelompok.
Di sinilah pentingnya pendidikan kewargaan terutama dalam menanamkan kesadaran agar setiap warga berpartisipasi aktif dalam seluruh kehidupan bermasyarakat. Dalam partisipasinya setiap warga harus memiliki civic virtue yaitu mendahulukan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi, memiliki sikap toleran dan menghargai pluralitas, memiliki kepedulian, keberanian, keadaban (civility) dan kejujuran (Bobbio, 2003: 36-37; dan Maynor: 2003, 180-182).
Persoalannya sekarang adalah bagaimana hubungan antara pendidikan kewargaan, dan bela negara?
Dalam republik, negara adalah organisasi politik warga yang berfungsi untuk menjamin dan menjaga seluruh partisipasi warga dapat dilaksanakan demi kebebasan dan kemaslahatan umum. Apa yang disebut sebagai ancaman terhadap negara harus kita lihat sebagai ancaman terhadap kebebasan (non-dominasi) dan kemaslahatan umum. Untuk itulah, seperti yang dikatakan oleh Machiavelli, setiap warga harus terlibat dalam mempertahankan negara untuk melindungi kemaslahatan umum, dengan demikian melindungi kebebasan mereka. (Maynor: 29) Inilah yang disebut sebagai patriotisme dalam republik modern, yaitu kerelaan berkorban untuk mencapai dan melindungi kemaslahatan umum dan kebebasan. Tanpa kebebasan non-dominasi dan kemaslahatan umum, tidak ada republik. Jadi, dengan mempertahankan kedua pilar tersebut berarti juga mempertahankan keberadaan republik.
Uraian ini menjawab pertanyaan kedua dan ketiga sekaligus. Tanggung jawab dalam bela negara digunakan ketika kebebasan dan kemaslahatan umum terancam, baik ancaman dari luar maupun dari dalam. Jika warga mengabaikan hak dan kewajibannya maka kebebasan dan kemaslahatan umum akan terancam. Dengan kata lain segala macam pelibatan warga dalam aktivitas yang akan mengancam kebebasan dan kemaslahatan umum harus ditolak, seperti wajib militer bagi perang yang bertujuan mendominasi negara lain (misalnya pada perang Vietnam atau perang Irak).
Tugas dari pendidikan kewargaan adalah memberikan pemahaman, nilai-nilai dan ketrampilan bagi setiap warga untuk terlibat dalam republik. Dalam kaitannya dengan bela negara (republik) pendidikan kewargaan berkewajiban membentuk patriotisme sehingga segala upaya melindungi kebebasan dan common good dapat dilakukan. Setiap warga yang terlibat dalam aktivitas bela negara sadar betul akan alasan keterlibatannya karena memiliki jawaban atas tiga pertanyaan mendasar di atas. Bukan karena terpaksa atau karena perasaan nasionalisme yang right or wrong is my country. Akan tetapi karena kecintaannya akan kebebasan dan tujuan kemaslahatan semua warga.
1. Pendapat saya sangat setuju dengan yang dikatakan oleh teman saya ini, sebagian besar banyak manfaat yang di lakukan oleh seorang programmer yang membantu memberikan informasi dan kerap juga bayak yang mengubah dengan suka-suka mereka, itu melanggar norma yang ada tapi terkadang mereka tidak mempedulikannya.
2. Saya sangat setuju dengan pendapat yang di dikatakan oleh teman saya ini,carding sungguh sangat merugiakan buat mereka yang jadi korban dan sangat beruntung untuk mereka yang berhasil menggunakan hak yang bukan milik mereka itu sangat kelakuan yang tidak terpuji karena akan membuat orang lain dirugikan dengan kelakuan mereka yang para ngeheck kartu kredit dll, ini semua melanggar norma-norma yang ada dan diharapkan tidak ada lagi yang melakukan hal yang kurang terpuji seperti ini.
3. Peran mahasiswa sangat penting dalam meningkatkan wawasan kebangsaan yang membuat maju bangsa ini kelaknya, jadi Mahasiswa memegang peranan penting untuk mengembangkan dan memajukan bangsa ini Karena, mahasiswa merupakan salah satu aset Negara dan penerus yang nantinya akan menggantikan kedudukan para pejabat menteri dan presiden dalam mengurus dan mengembangkan Negara ini lebih maju lagi.
Upaya pembelaan negara merupakan hak dan kewajiban kita semua sebagai warga negara. Selama lebih dari 60 tahun Indonesia merdeka, telah banyak contoh upaya pembelaan negara yang telah dilakukan oleh segenap komponen bangsa Indonesia. Peran warga negara dalam pembelaan negara memiliki tingkat kewajiban yang berbeda sesuai dengan kedudukan dan tugasnya masing-masing.
Peran yang dilakukan TNI sebagai komponen utama dalam pertahanan negara telah mengalami masa perjuangan yang sangat panjang, mulai dari merebut dan kemudian mempertahankan kemerdekaan. TNI menjadi barisan terdepan dalam menghadapi ancaman ???? sik tersebut, antara lain menghadapi ancaman agresi Belanda, menghadapi ancaman gerakan separatis, seperti APRA, RMS, PRRI/Permesta, Papua Merdeka, PKI, dan lain sebagainya.
Kepolisian Republik Indonesia sebagai komponen utama dalam keamanan telah melakukan upaya membela negara terutama yang berkaitan dengan ancaman yang mengganggu keamanan dan keter tiban masyarakat, seperti kerusuhan, penyalahgunaan narkotik, dan konflik antarmasyarakat. Ancaman keamanan pada saat ini yang paling utama dan harus dihadapi Polri adalah ancaman teroris, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Kita sudah menyaksikan bagaimana teroris mengoyak-ngoyak keamanan dan ketertiban masyarakat Indonesia. Jika hal tersebut dibiarkan maka akan meng ganggu keselamatan dan keamanan negara.
Contoh lain yang dilakukan Polri dalam upaya bela negara, antara lain:
1. mendukung tetap tegaknya negara kesatuan RI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945;
2. melakukan penyuluhan kesadaran hukum bagi warga negara;
3. melakukan pengaturan lalu lintas dan memberikan pengayoman keamanan bagi warga negara;
4. memberikan perlindungan keamanan dari berbagai tindak kejahatan terhadap warga negara;
5. melakukan proses penyidikan dan penyelidikan terhadap berbagai tindak kejahatan.
Peran serta masyarakat dalam upaya pembelaan negara berlangsung sejak masa awal kemerdekaan. Keterlibatan warga negara dalam pembelaan negara adalah sebagai berikut.
1. Dibentuknya kelaskaran rakyat, kemudian dikembang kan menjadi barisan cadangan pada periode perang kemerdekaan ke-1.
2. Pasukan Perang Gerilya Desa (Pager Desa) termasuk mobilisasi Pelajar (Mobpel) sebagai bentuk per kembangan dari barisan cadangan. Pada periode perang kemerdekaan ke-2.
3. Pada 1958-1960, muncul Organisasi Keamanan Desa (OKD) dan Organisasi Perlawanan Rakyat (OPR) yang merupakan bentuk kelanjutan Pager Desa.
4. Pada 1961 dibentuk pertahanan sipil (Hansip), Wanra, dan Kamra sebagai bentuk penyempurnaan dari OKD/OPR.
5. Perwira cadangan yang dibentuk sejak 1963.
6. Kemudian, berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 1982, ada organisasi yang disebut rakyat terlatih yaitu Wanra yang membantu pertahanan dan Kamra yang membantu keamanan dan anggota per lindungan masyarakat.
Berbagai upaya bela negara juga dapat dilakukan melalui organisasi maupun individu. Upaya bela negara tidak hanya berperang, tetapi mengharumkan nama bangsa Indonesia di luar negeri pun disebut bela negara. Misalnya, yang dilakukan oleh para atlet olahraga yang berlaga dalam olimpiade. Kita bisa ikut bangga jika ada atlet Indonesia menjadi juara dalam kejuaraan antarnegara atau kejuaraan dunia. Kebanggaan dan keha ruan kita bertambah ketika sang saka Merah Putih berkibar dengan gagah di antara bendera negara-negara lain.
Selain itu secara organisasi, bela negara dapat dilakukan melalui pengiriman Tim SAR Indonesia untuk mencari dan menolong korban bencana alam. Kita pernah menyaksikan bagaimana peran Tim SAR, PMI, dan para medis dalam menanggulangi dampak bencana alam dan korban tsunami di Nanggroe Aceh Darussalam. Selain secara organisasi, individu-individu sebagai warga negara juga dapat berperan membela negara dalam tindakan, menjunjung nasionalisme, patriotisme, serta membela Pancasila dan UUD 1945. Berbagai upaya pembelaan terhadap negara dan mewujudkan keamanan dapat dilakukan warga negara dalam semua aspek kehidupan.
Undang-Undang No. 3 Tahun 2002 Pasal 5, menegas kan bahwa pertahanan negara berfungsi untuk mewujudkan dan mempertahan kan seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai satu kesatuan wilayah dan menjadi tanggung jawab segenap bangsa. Oleh karena itu, ancaman terhadap sebagian wilayah Indonesia merupakan ancaman bagi seluruh wilayah Indonesia. Berdasarkan ketentuan tersebut maka keikutsertaan segenap warga negara dalam upaya pembelaan negara bukan hanya dalam lingkup nasional, tetapi juga dalam lingkungan terdekat tempat kita tinggal. Artinya, menjaga keutuhan wilayah lingkungan kita tidak dapat dipisahkan dari keutuhan wilayah negara secara keseluruh an. Oleh karena itu, sebagai pelajar kita harus ikut berpartisipasi dalam membela negara di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
1. Lingkungan Keluarga
Anggota keluarga yang terdiri atas ayah, ibu, anak, serta orang lain yang menjadi bagian dari keluarga harus melaksanakan kewajiban nya dengan baik dan sungguhsungguh agar mendapatkan haknya sesuai kewajiban yang telah dilakukannya. Misalnya, ayah/ibu mencari nafkah dan mengurus rumah tangga, anak-anak belajar dengan sungguh-sungguh, serta pembantu mengerjakan pekerjaan di rumah dengan baik.
2. Lingkungan Sekolah
Warga sekolah (civitas akademika) menghormati kepemimpinan kepala sekolah dengan cara melak sanakan kewajibannya, antara lain sebagai berikut.
a. Siswa belajar dengan baik dan memenuhi unsur wajib belajar secara akademik.
b. Siswa menaati tata tertib sekolah atau berdisiplin.
c. Guru mendidik siswa dengan baik, di antaranya pendidikan damai dan penyelesaian konflik tanpa kekerasan, serta mengacu pada tujuan yang akan dicapai, baik kompetensi siswa maupun kurikulum.
d. Staf tata usaha melaksanakan tugas dengan baik dengan men dokumen tasikan administrasi dengan tertib.
e. Penjaga sekolah melaksanakan tugasnya dengan baik.
3. Lingkungan Masyarakat dan Negara
Perilaku di masyarakat memperlihatkan bela negara disesuaikan dengan tuntutan dan kebiasaan masyarakat setempat. Misalnya, mengikuti segala kegiatan dengan berpartisipasi mengelola lingkungan yang kondusif dan mendukung kebijakan pemerintah setempat. Bidang hukum, yaitu dengan cara berperilaku yang tidak melanggar tata tertib yang berlaku.
Dalam bidang ekonomi dapat berpartisipasi meningkatkan kemakmuran di lingkungan masyarakat dengan cara menjadi anggota koperasi dan tidak melakukan kecurangan dalam perekonomian. Di bidang sosial budaya, mampu menunjukkan nilai budaya terbaik sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia. Bidang pertahanan dan keamanan dapat berbentuk menjaga keamanan lingkungan, seperti ikut ronda malam. Kepedulian terhadap alam, di antaranya tidak mela kukan perbuatan yang dapat merusak keseim bangan alam, seperti penebangan pohon sewenang-wenang dan mendirikan bangunan seenaknya.
MAHASISWA selalu menjadi bagian dari perjalanan sebuah bangsa. Roda sejarah demokrasi selalu menyertakan mahasiswa sebagai pelopor, penggerak, bahkan sebagai pengambil keputusan. Hal tersebut telah terjadi di berbagai negara di dunia, baik di Timur maupun di Barat.
Pemikiran kritis, demokratis, dan konstruktif selalu lahir dari pola pikir para mahasiswa. Suara-suara mahasiswa kerap kali merepresentasikan dan mengangkat realita sosial yang terjadi di masyarakat. Sikap idealisme mendorong mahasiswa untuk memperjuangkan sebuah aspirasi pada penguasa, dengan cara mereka sendiri.
Tidak dapat dipungkiri bila generasi muda khususnya para mahasiswa, selalu dihadapkan pada permasalahan global. Setiap ada perubahan, mahasiswa selalu tampil sebagai kekuatan pelopor, kekuatan moral dan kekuatan pendobrak untuk melahirkan perubahan. Oleh karena itu kiranya sudah cukup mendesak untuk segera dilakukan penataan seputar kehidupan mahasiswa tersebut.
Dalam sejarahnya mahasiswa merupakan kelompok dalam kelas menengah yang kritis dan selalu mencoba memahami apa yang terjadi di masyarakat. Bahkan di zaman kolonial, mahasiswa menjadi kelompok elite paling terdidik yang harus diakui kemudian telah mencetak sejarah bahkan mengantarkan Indonseia ke gerbang kemerdekaannya.
Pergolakan dan perjalanan mahasiswa Indonesia telah tercatat dalam rentetan sejarah yang panjang dalam perjuangan bangsa Indonesia, seperti gerakan mahasiswa dan pelajar tahun 1966 dan tahun 1998. Masih dapat kita ingat 8 tahun yang lalu gerakan mahasiswa Indonesia yang didukung oleh semua lapisan masyarakat berhasil menjatuhkan suatu rezim tirani yaitu ditandainya dengan berakhirnya rezim Soeharto.
Legenda perjuangan mahasiswa di Indonesia sendiri juga telah memberikan bukti yang cukup nyata dalam rangka melakukan agenda perubahan tersebut. Tinta emas sejarahnya dapat kita lihat dengan lahirnya angkatan ‘08, ‘28, ‘45, ‘66, ‘74, yang masing-masing memiliki karakteristik tersendiri tetapi tetap pada konteks kepentingan wong cilik. Terakhir lahirlah angkatan bungsu ‘98 tepatnya pada bulan Mei 1998 dengan gerakan REFORMASI yang telah berhasil menurunkan Presiden Soeharto dari kursi kekuasaan dan selanjutnya menelurkan Visi Reformasi yang sampai hari ini masih dipertanyakan sampai dimana telah dipenuhi.
Dengan demikian adalah sebuah keharusan bagi mahasiswa untuk menjadi pelopor dalam melakukan fungsi control terhadap jalannya roda pemerintahan sekarang. Bukan malah sebaliknya.
Agenda reformasi adalah tanggung jawab kita semua yang masih merasa terpanggil sebagai kaum intelektual, kaum yang kritis dan memiliki semangat yang kuat. Dan tanggung jawab ini hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai rasa sosial yang tinggi. Bukan orang-orang kerdil yang hanya memikirkan perut, golongannya dan tidak bertanggung jawab. Hanya lobang-lobang kematianlah yang mampu menjadikan mereka untuk berpikir bertanggung jawab. Jangan pikirkan mereka, mari pikirkan solusi untuk menghibur Ibu Pertiwi yang selalu menangis dengan ulah-ulah anak bangsanya sendiri.
Kondisi tersebut tidak terlihat lagi pada masa kini, mahasiswa memiliki agenda dan garis perjuangan yang berbeda dengan mahasiswa lainnya. Sekarang ini mahasiswa menghadapi pluralitas gerakan yang sangat besar. Meski begitu, setidaknya mahasiswa masih memiliki idealisme untuk memperjuangkan nasib rakyat di daerahnya masing-masing.
Mahasiswa sudah telanjur dikenal masyarakat sebagai agent of change, agent of modernization, atau agen-agen yang lain. Hal ini memberikan konsekuensi logis kepada mahasiswa untuk bertindak dan berbuat sesuai dengan gelar yang disandangnya. Mahasiswa harus tetap memiliki sikap kritis, dengan mencoba menelusuri permasalahan sampai ke akar-akarnya.
Dengan adanya sikap kritis dalam diri mahasiswa diharapkan akan timbul sikap korektif terhadap kondisi yang sedang berjalan. Pemikiran prospektif ke arah masa depan harus hinggap dalam pola pikir setiap mahasiswa. Sebaliknya, pemikiran konservatif pro-status quo harus dihindari.
Mahasiswa harus menyadari, ada banyak hal di negara ini yang harus diluruskan dan diperbaiki. Kepedulian terhadap negara dan komitmen terhadap nasib bangsa di masa depan harus diinterpretasikan oleh mahasiswa ke dalam hal-hal yang positif. Tidak bisa dimungkiri, mahasiswa sebagai social control terkadang juga kurang mengontrol dirinya sendiri. Sehingga mahasiswa harus menghindari tindakan dan sikap yang dapat merusak status yang disandangnya, termasuk sikap hedonis-materialis yang banyak menghinggapi mahasiswa.
Karena itu, kepedulian dan nasionalisme terhadap bangsa dapat pula ditunjukkan dengan keseriusan menimba ilmu di bangku kuliah. Mahasiswa dapat mengasah keahlian dan spesialisasi pada bidang ilmu yang mereka pelajari di perguruan tinggi, agar dapat meluruskan berbagai ketimpangan sosial ketika terjun di masyarakat kelak.
Peran dan fungsi mahasiswa dapat ditunjukkan secara santun tanpa mengurangi esensi dan agenda yang diperjuangkan. Semangat mengawal dan mengawasi jalannya reformasi, harus tetap tertanam dalam jiwa setiap mahasiswa. Sikap kritis harus tetap ada dalam diri mahasiswa, sebagai agen pengendali untuk mencegah berbagai penyelewengan yang terjadi terhadap perubahan yang telah mereka perjuangkan. Dengan begitu, mahasiswa tetap menebarkan bau harum keadilan sosial dan solidaritas kerakyatan.
Peran Lembaga Kemahasiswaan cukup signifikan, baik untuk lingkup nasional, regional maupun internal kampus itu sendiri. Ke depan, peran strategis ini seharusnya juga dimainkan oleh lembaga-lembaga formal kampus lainnya seperti pers mahasiswa, atau kelompok studi profesi.
Secara garis besar, menurut Sarlito Wirawan, ada sedikitnya tiga tipologi atau karakteristik mahasiswa yaitu tipe pemimpin, aktivis, dan mahasiswa biasa.
Pertama, tipologi mahasiswa pemimpin, adalah individu mahasiswa yang mengaku pernah memprakarsai, mengorganisasikan, dan mempergerakan aksi protes mahasiswa di perguruan tingginya. Mereka itu umumnya memersepsikan mahasiswa sebagai kontrol sosial, moral force dan dirinya leader tomorrow. Mereka cenderung untuk tidak lekas lulus, sebab perlu mencari pengalaman yang cukup melalui kegiatan dan organisasi kemahasiswaan.
Kedua, tipologi aktivis ialah mahasiswa yang mengaku pernah aktif turut dalam gerakan atau aksi protes mahasiswa di kampusnya beberapa kali (lebih dari satu kali). Mereka merasa menyenangi kegiatan tersebut, untuk mencari pengalaman dan solider dengan teman-temannya. Mahasiswa dari kelompok aktivis ini, juga cenderung tidak ingin cepat lulus, namun tidak ingin terlalu lama. Mereka tidak terlalu memersepsikan diri sebagai leader tomorrow namun pengalaman hidup perlu dicari di luar studi formalnya. Sudah barang tentu jumlah mereka itu lebih banyak daripada kelompok pemimpin.
Ketiga, tipologi mahasiswa biasa adalah kelompok mahasiswa di luar kelompok pemimpin dan aktivis yang jumlahnya paling besar lebih dari 90%. Sesungguhnya cenderung pada hura-hura yaitu kegiatan yang dapat memberikan kepuasan pribadi, tidak memerlukan komitmen jangka panjang dan dilakukan secara berkelompok atau bersama-sama. Mereka ingin segera lulus, bahkan tidak sedikit mahasiswa yang tidak segan-segan dengan cara menerabas (nyontek, membuat skripsi "Aspal" dan lain-lain) agar segera lulus. Apakah hal ini merupakan indikator kurangnya dorongan prestatif di kalangan mahasiswa, masih perlu diteliti.
Fakta membuktikan, dinamika kehidupan bangsa dan mahasiswa pada umumnya banyak dimotori oleh tipe pemimpin dan aktivis ini. Meskipun secara kuantitas kecil tetapi mereka mampu menjadi pendorong dan agen utama perubahan dan dinamika kehidupan kampus. Sebagian mereka karena telah terlatih menjadi pemimpin dan aktivis, maka tidak sulit setelah selesai pada akhirnya mereka juga menjadi pemimpin dan aktivis setelah terjun di masyarakat dan pemerintahan.
Urgensi bagi daerah
Dilihat dari segi kualitas maupun kuantitas, para mahasiswa tetap saja merupakan komunitas elite yang patut diperhitungkan dari dulu dan sampai kini terlebih bagi suatu daerah. Di daerah, masih relatif sedikit anggota masyarakatnya yang dapat menyekolahkan sampai tingkat perguruan tinggi. Oleh karena itu, keberadaan mahasiswa bagi suatu daerah merupakan modal sosial yang luar biasa, yang dapat dimanfaatkan dan diberdayakan bagi pembangunan suatu daerah. Namun mahasiswa, dapat juga menjadi suatu "ancaman" bagi pemerintahan suatu daerah karena dapat bersikap kritis dan mengambil peran sebagai kekuatan kontrol.
Demikian juga para mahasiswa harus mulai berorientasi ke daerah bukan lagi ke pusat karena Pusat selain sudah overload juga menjadi simbol ketimpangan pembangunan di Indonesia, sehingga diperlukan desentralisasi dan orientasi baru dalam pembangunan daerah.
Organisasi kemahasiswaan
Dinamika kehidupan mahasiswa tidak bisa dilepaskan dari wadah atau organisasi yang menjadi instrumen bagaimana gagasan atau program berusaha diwujudkan, baik organisasi intra maupun ekstra kampus. Organisasi kemahasiswaan intra perguruan tinggi merupakan wahana dan sarana pengembangan diri mahasiswa ke arah perluasan wawasan dan peningkatan kecendikiawanan serta integritas kepribadian mahasiswa untuk mewujudkan tujuan pendidikan tinggi.
Mengingat mahasiswa merupakan bagian dari civitas academica dan sebagai generasi muda dalam tahap pengembangan dewasa muda, maka dalam penataan organisasinya disusun berdasarkan prinsip dari, oleh, dan untuk mahasiswa dan merupakan subsistem dari perguruan tinggi yang bersangkutan.
Pengalaman selama ini menunjukkan, perguruan tinggi yang telah berhasil membentuk organisasi kemahasiswaan sesuai prinsip-prinsip tersebut cenderung akan diterima oleh para mahasiswa dan memperoleh partisipasi secara optimal. Dengan demikian, dapat diharapkan bahwa kegiatan kemahasiswaan di perguruan tinggi maupun antarkampus dapat berjalan dengan lancar.
Perlu dicatat, dewasa ini kecenderungan organisasi kemahasiswaan yang bernuansa keilmuan dan profesi yang kegiatannya antarkampus. Bahkan kadang-kadang berdimensi internasional cukup meningkat. Hal ini, jelas memerlukan uluran tangan pimpinan perguruan tinggi, baik dalam aspek bimbingan keilmuan maupun dukungan biaya yang tidak ringan. Keterlibatan ikatan profesi senior mereka dan dunia usaha, diharapkan dapat menunjang kegiatan ini.
Resimen Mahasiswa (MENWA) merupakan wadah penyaluran potensi Mahasiswa untuk ikut serta dalam bela Negara. Melalui Pendidkan Dasar Militer yang wajib ditempuh setiap anggota MENWA, diharapkan memantapkan fisik dan mental serta rasa kesadaran bela Negara dengan semangat, disiplin, dan jiwa nasionalis yang tinggi.
Pembentukan Resimen Mahasiswa memerlukan pemikiran dan pertimbangan yang sangat teliti, begitu juga menyangkut Undang-Undang serta surat keputusan bersama atau peraturan pemerintah yang mendasari terbentuknya MENWA, seperti : PP No. 63 tahun 1945 tentang bantuan Militer, PEPERPU No. 038 tahun 1959 tentang wajib Militer Darurat, PP No. 22 tahun 1963 tentang Cadangan Nasional, SK. Menkamnas. No. M/B/00307/61 tentang memperluas Latihan Ketangkasan Keprajuritan dalam rangka kewaspadaan nasional dikalangan mahasiswa di Perguruan Tinggi, SKB Wampa (Wakil Menteri Pertama) urusan Hankam/Kasab dan Menteri PTIP No. M/20/1963 tanggal 24 Januari 1963 tentang Pelaksanaan Wajib Latihan dan Pembentukan Resimen Mahasiswa di Lingkungan Perguruan Tinggi, SK Menteri Utama bidang Hankam No. Kep./B/32/1968 tentang pengesahan naskah Rencana Realisasi Program Wajib Latih dan Wajib Militer bagi Mahasiswa, SKB Menteri Pendidikan dan Menhankam No. 0288/U/1973 dan Kep./B/21/1973 tanggal 7 Desember 1973 tentang Penyelengaraan Pendidikan Kewiraan dan Pendidikan Perwira Cadangan (PACAD) di Perguruan Tinggi, SKB Menhakam, Mendikbud, dan Mendagri No. Kep./39/XI/1975, No. 0246/U/1975 dan No. 247 tahun 1975 tentang Pembinaan MENWA Dalam Bela Negara yang diikuti SKB 1978, SKB 1994 serta SKB Menteri Pertahanan, Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Dalam Negeri, dan Otonomi Daerah No. 14/M/X/2000, No. 6/U/2000, dan No. 39 A tanggal 10 Oktober 2000 tentang Pembinaan dan Pemberdayaan Resimen Mahasiswa Dalam Bela Negara.

Copyright @ 2013 pendidikan dasar.